Pengkhotbah 6:5 - Berkat yang Tak Terbalas

"Karena ia menikmati kesenangan itu lebih dari orang kaya mana pun, dan ia tidak pernah melihat matahari. Ia beristirahat dalam damai sejahtera, padahal orang lain tidak."
Simbol Matahari Terbit

Kitab Pengkhotbah, sebuah perenungan mendalam tentang kehidupan dan makna, seringkali menyoroti kontras antara kekayaan materi dan kebahagiaan sejati. Ayat 6:5, secara khusus, menyajikan sebuah paradoks yang membingungkan namun mencerahkan mengenai keberkahan yang terkadang tidak kita sadari. Frasa "ia tidak pernah melihat matahari" mungkin terdengar ironis, tetapi dalam konteks ini, ia mengacu pada seseorang yang hidupnya begitu tertutup dalam kesenangan, baik yang didapat dari kekayaan maupun kenikmatan duniawi, sehingga ia tidak pernah benar-benar mengalami cahaya kehidupan, penerimaan, atau pengakuan dari publik.

Secara literal, seseorang yang menikmati "kesenangan itu" lebih dari orang kaya mana pun, namun ia "tidak pernah melihat matahari". Ini bisa diartikan bahwa ia hidup dalam kemewahan yang tersembunyi, mungkin di balik pintu-pintu tertutup, menikmati segala macam fasilitas dan hiburan. Namun, kebahagiaan semacam ini, yang terlepas dari pandangan dunia luar, memiliki sisi gelap. Ia tidak mengalami kehangatan matahari kehidupannya, yang seringkali melambangkan pengakuan, harapan, atau bahkan kebenaran ilahi.

Ayat ini kontras dengan orang kaya yang "beristirahat dalam damai sejahtera, padahal orang lain tidak." Pengkhotbah menekankan bahwa meskipun orang kaya mungkin memiliki semua hal materi, belum tentu mereka memiliki kedamaian batin. Kedamaian sejati adalah berkat yang langka dan berharga. Orang yang digambarkan dalam ayat 5, meskipun mungkin tidak dikenal atau tidak "melihat matahari", ia mampu menemukan ketenangan dan istirahat, sebuah kondisi yang bahkan tidak dimiliki oleh orang kaya yang mungkin hidup dalam hiruk pikuk kesibukan atau kekhawatiran dunia.

Perikop ini mengajak kita untuk merenungkan apa sebenarnya arti kebahagiaan dan kedamaian. Apakah itu terletak pada kekayaan materi, pengakuan sosial, atau kesenangan yang berlimpah? Pengkhotbah tampaknya berpendapat bahwa kesenangan yang terisolasi dan tidak membawa pada kedamaian sejati adalah bentuk kesia-siaan. Sebaliknya, bahkan dalam kondisi yang mungkin terlihat sederhana, jika seseorang menemukan kedamaian, itu adalah sebuah anugerah yang lebih besar daripada kekayaan dunia yang melimpah namun kosong.

Dalam dunia yang seringkali mengukur kesuksesan dengan kekayaan dan popularitas, ayat Pengkhotbah 6:5 menjadi pengingat yang penting. Ia mengajarkan bahwa kesenangan yang instan tanpa kedamaian jiwa adalah seperti bayangan yang menghilang ketika matahari terbit. Kedamaian sejati datang dari penerimaan diri, rasa syukur, dan penyerahan diri kepada Tuhan, bukan sekadar dari akumulasi harta benda atau pengakuan duniawi. Mari kita renungkan kembali makna berkat dalam hidup kita, dan apakah kita telah menemukan cahaya matahari kedamaian di dalam diri kita, terlepas dari pandangan orang lain.