Setiap dari keempat makhluk itu mempunyai empat muka: muka yang pertama ialah muka kerub, yang kedua muka manusia, yang ketiga muka singa, dan yang keempat muka rajawali.
Ayat Yehezkiel 10:14 memberikan deskripsi yang luar biasa mengenai makhluk-makhluk surgawi yang dilihat oleh nabi Yehezkiel dalam penglihatan Ilahi. Penglihatan ini bukan sekadar gambaran visual, melainkan sebuah wahyu yang kaya makna simbolis tentang hadirat Allah dan karya-Nya. Makhluk-makhluk ini, yang disebut sebagai "kerub" dalam ayat ini dan dalam konteks Kitab Suci lainnya, memiliki empat muka yang berbeda: muka kerub (yang sering diartikan sebagai muka manusia atau anak), muka singa, muka kerub (yang kadang diterjemahkan sebagai kerub atau lembu), dan muka rajawali. Kombinasi wajah-wajah ini melambangkan berbagai aspek kekuatan, kebijaksanaan, kecepatan, dan keberanian yang bersumber dari Allah sendiri.
Setiap muka pada makhluk surgawi ini mengandung makna profetik yang mendalam. Muka manusia mewakili kecerdasan, pemahaman, dan aspek rasional dari keberadaan ilahi. Ini menunjukkan bahwa Allah adalah pribadi yang berpikir, berkomunikasi, dan peduli terhadap manusia. Muka singa melambangkan kekuasaan, keberanian, dan otoritas kerajaan. Singa adalah raja hutan, yang mencerminkan kuasa Allah yang tak tertandingi atas segala ciptaan. Muka kerub (atau terkadang lembu) seringkali dikaitkan dengan pelayanan, kesetiaan, dan kekuatan dalam pekerjaan. Ini menunjukkan dedikasi makhluk surgawi dalam melaksanakan kehendak Allah. Terakhir, muka rajawali melambangkan kecepatan, pandangan jauh ke depan, dan kemampuan untuk terbang tinggi di atas segala sesuatu. Ini mengindikasikan kemahatahuan Allah dan kecepatan-Nya dalam bertindak serta kemuliaan-Nya yang melambung tinggi.
Kombinasi keempat muka ini pada satu makhluk menunjukkan kesempurnaan dan kelengkapan dalam karakter serta karya Allah. Keempat makhluk ini bergerak bersama, dan mereka memiliki "roda-roda" yang bersamaan dengan mereka, yang juga penuh dengan mata, melambangkan pengawasan Allah yang menyeluruh dan pergerakan-Nya yang penuh hikmat di seluruh bumi. Penglihatan ini muncul saat Bait Suci di Yerusalem akan dihancurkan, dan Allah melalui Yehezkiel ingin menunjukkan bahwa meskipun kemuliaan-Nya meninggalkan tempat itu karena dosa umat-Nya, Dia tetap hadir dan berdaulat.
Yehezkiel 10:14 mengingatkan kita bahwa Allah bukan hanya Allah yang transenden, yang jauh di atas segalanya, tetapi juga Allah yang imanen, yang dekat dan bekerja melalui Roh-Nya. Keempat wajah ini bisa juga dilihat sebagai representasi dari kepenuhan Roh Kudus yang memungkinkan umat Allah untuk berpikir dengan jernih (manusia), berani menghadapi tantangan (singa), melayani dengan setia (kerub/lembu), dan memiliki visi ilahi (rajawali). Kehadiran makhluk-makhluk surgawi ini di sekitar takhta Allah menegaskan kesucian-Nya, kemuliaan-Nya, dan keadilan-Nya. Mereka adalah utusan-Nya yang senantiasa menjaga dan melaksanakan perintah-Nya dengan tak kenal lelah.
Dalam konteks pelayanan dan kehidupan rohani, penglihatan ini menjadi sumber inspirasi. Kita dipanggil untuk mencerminkan aspek-aspek dari sifat Ilahi ini dalam kehidupan kita. Melalui kuasa Roh Kudus, kita dapat diperlengkapi untuk menghadapi kesulitan dengan keberanian singa, untuk berpikir dan bertindak dengan hikmat manusia, untuk melayani sesama dengan kesetiaan, dan untuk melihat tujuan ilahi dalam segala hal. Yehezkiel 10:14 bukan sekadar narasi kuno, melainkan undangan untuk memahami kedalaman dan keluasan karya Allah yang terus berlangsung di dunia.