Yehezkiel 16:31

"Betapa hina kelakuanmu, bukankah engkau seperti perempuan jalang yang mengambil upah,"

Makna Kesombongan dan Pelacuran Spiritual

Ayat Yehezkiel 16:31 melukiskan gambaran yang kuat tentang kehinaan dan kemerosotan moral yang dialami oleh kota Yerusalem, yang dalam perumpamaan nabi Yehezkiel digambarkan sebagai seorang wanita. Frasa "perempuan jalang yang mengambil upah" bukan sekadar metafora tentang ketidaksetiaan, tetapi juga merujuk pada tindakan yang didasari oleh kesombongan dan keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, bahkan dengan cara-cara yang merendahkan.

Dalam konteks pasal 16, Yerusalem digambarkan telah menerima anugerah besar dari Tuhan. Ia diangkat dari kehinaan, diberi kemuliaan, dan diperlakukan seperti seorang ratu. Namun, alih-alih membalas kesetiaan dengan kesetiaan, Yerusalem justru menjadi sombong. Kesombongan ini mendorongnya untuk mencari sekutu dan bergantung pada kekuatan duniawi, seperti yang digambarkan oleh pelacur yang mencari pelanggan untuk mendapatkan bayaran. Ia berpaling dari Tuhannya, sumber segala kebaikan, demi keuntungan sesaat dan kesenangan duniawi.

Tindakan ini bukan hanya masalah ketidaksetiaan seksual dalam metafora, tetapi juga merupakan pelanggaran perjanjian yang mendalam dengan Tuhan. Yerusalem telah "menyetubuhi" diri dengan bangsa-bangsa lain, meminta imbalan dari mereka, dan mengabaikan perintah-perintah Tuhan. Ini adalah bentuk pelacuran spiritual, di mana kesetiaan kepada Tuhan ditukar dengan persahabatan dan keuntungan dari kekuatan-kekuatan yang menentang-Nya.

Konsekuensi dari tindakan ini sangatlah mengerikan. Tuhan menyatakan bahwa Yerusalem akan dihukum karena kekejiannya. Kehinaan yang ia lakukan akan berbalik menjadi sumber rasa malu baginya. Ia akan diadili sebagaimana seorang wanita yang berzina diadili, dan akan menerima hukuman setimpal atas kesetiaan yang hilang dan kesombongan yang merajalela.

Pesan dalam Yehezkiel 16:31 sangat relevan hingga kini. Ia mengingatkan kita akan bahaya kesombongan yang dapat membutakan hati dari rahmat Tuhan dan mendorong kita untuk mencari pemenuhan diri melalui cara-cara yang salah. Sama seperti Yerusalem, ketika kita mengutamakan ego, keinginan materi, atau persetujuan duniawi di atas ketaatan kepada Tuhan, kita membuka diri terhadap kehinaan dan kehilangan berkat spiritual. Kesetiaan sejati kepada Tuhan menuntut kerendahan hati, pengorbanan, dan penolakan terhadap segala sesuatu yang dapat memisahkan kita dari-Nya.

Kehati-hatian