"Engkau adalah anak perempuan ibumu yang membenci suami dan anak-anaknya. Dan engkau adalah adik perempuan saudari-saudarimu yang membenci darahnya sendiri."
Ayat Yehezkiel 16:45 membawa gambaran yang sangat kuat dan menyakitkan mengenai status spiritual Yerusalem pada masanya. Dalam konteks pasal 16, nabi Yehezkiel menggambarkan kota Yerusalem sebagai seorang perempuan yang dibuang sejak lahir, kemudian diadopsi dan dibesarkan oleh Allah. Namun, alih-alih membalas budi dan setia kepada Sang Pencipta, Yerusalem justru berzinah secara rohani, menyembah berhala, dan melakukan kebejatan moral yang mendalam. Ayat ini memperdalam analogi tersebut dengan membandingkan Yerusalem dengan anggota keluarganya yang juga memiliki tabiat buruk.
Perumpamaan tentang "anak perempuan ibumu yang membenci suami dan anak-anaknya" menyoroti sifat pengkhianatan yang ekstrem. Ibu yang membenci suami dan anak-anaknya adalah gambaran kebejatan dan kerusakan yang paling mendasar dalam tatanan keluarga. Ini menunjukkan ketidaksetiaan yang radikal dan penolakan terhadap ikatan paling suci. Yerusalem, dalam analogi ini, dikatakan mewarisi atau meniru perilaku mengerikan ini. Ia tidak hanya menolak Allah, tetapi juga menunjukkan sikap permusuhan terhadap apa yang seharusnya ia cintai dan jaga.
Lebih lanjut, perbandingan dengan "adik perempuan saudari-saudarimu yang membenci darahnya sendiri" menambah kedalaman gambaran kehancuran moral. Saudari yang membenci darahnya sendiri menyiratkan kehancuran identitas dan bahkan penghancuran diri. Ini adalah tingkat kebejatan yang melampaui sekadar pengkhianatan; ini adalah penolakan terhadap esensi keberadaan dan hubungan. Yerusalem digambarkan sebagai bagian dari komunitas yang telah begitu rusak sehingga bahkan ikatan kekeluargaan yang paling fundamental pun dikhianati. Ini mencerminkan bagaimana dosa dan kemurtadan dapat merusak struktur sosial dan spiritual suatu bangsa hingga ke akarnya.
Dalam konteks teologis, ayat ini berfungsi sebagai peringatan keras terhadap kesombongan dan ketidakpedulian spiritual. Allah telah memberikan anugerah besar kepada Yerusalem, memilihnya sebagai pusat ibadah dan tempat kediaman nama-Nya. Namun, kota itu membalasnya dengan perzinahan rohani, berselingkuh dengan bangsa-bangsa lain dan dewa-dewa mereka. Perbandingan dengan anggota keluarga yang membusuk ini menegaskan betapa seriusnya pelanggaran Yerusalem di mata Allah. Ini bukan sekadar kesalahan kecil, melainkan pengkhianatan mendalam yang melanggar perjanjian dan merusak hubungan yang telah dibangun. Hukuman yang dijatuhkan Allah, seperti yang digambarkan dalam pasal-pasal selanjutnya, adalah konsekuensi logis dari kebejatan yang begitu parah ini.