"Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, dengan mengikuti kejahatan ayahnya."
Ayat Yehezkiel 18:12 adalah pengingat tegas tentang bagaimana tindakan individu, terutama yang meniru pola perilaku negatif dari generasi sebelumnya, memiliki dampak yang signifikan. Perikop ini merupakan bagian dari pesan yang lebih besar dari Nabi Yehezkiel kepada bangsa Israel di pembuangan, yang pada saat itu sedang bergumul dengan gagasan tentang warisan dosa dan tanggung jawab pribadi. Ayat ini secara khusus menyoroti tindakan seseorang yang "melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, dengan mengikuti kejahatan ayahnya."
Ini bukan sekadar deskripsi pasif, melainkan sebuah pernyataan aktif tentang pilihan moral. Kata "mengikuti" menyiratkan sebuah keputusan sadar untuk meneladani atau meniru jalan yang salah yang telah ditempuh oleh ayahnya. Dalam konteks sejarah Israel, seringkali terdapat siklus penyembahan berhala dan ketidaktaatan kepada TUHAN yang diturunkan dari generasi ke generasi. Yehezkiel dipanggil untuk mematahkan gagasan bahwa anak-anak harus menanggung hukuman dosa orang tua mereka tanpa terkecuali. Sebaliknya, ia menekankan bahwa setiap individu akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan mereka sendiri.
Perikop ini, termasuk Yehezkiel 18:12, secara eksplisit menyatakan bahwa jiwa yang berbuat dosa, itulah yang akan mati (Yehezkiel 18:4). TUHAN adalah hakim yang adil, dan Ia memandang hati serta tindakan setiap orang. Ketika seseorang secara sadar memilih untuk mengikuti jalan kejahatan, meskipun mungkin itu adalah jalan yang diwariskan dari keluarga, mereka mengambil tanggung jawab penuh atas konsekuensinya. Ini adalah penegasan kuat tentang prinsip keadilan ilahi yang berfokus pada akuntabilitas pribadi.
Intinya, ayat ini mengajarkan bahwa meskipun latar belakang keluarga dan lingkungan dapat memengaruhi seseorang, pada akhirnya setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih jalannya. Mengikuti kejahatan orang tua bukanlah alasan yang bisa membebaskan seseorang dari hukuman jika mereka sendiri terus berbuat jahat. Sebaliknya, TUHAN juga menunjukkan bahwa jika seseorang yang telah hidup dalam kejahatan, berbalik dari dosa-dosanya dan melakukan apa yang adil dan benar, maka ia akan hidup (Yehezkiel 18:21-23). Konsep pertobatan dan perubahan inilah yang menjadi inti dari pesan Yehezkiel, memberikan harapan sekaligus penekanan pada pentingnya pilihan moral individu dalam membangun hubungan yang benar dengan Tuhan.
Oleh karena itu, Yehezkiel 18:12 menjadi panggilan untuk introspeksi. Sejauh mana kita terpengaruh oleh kebiasaan buruk atau pola pikir negatif yang ada di sekitar kita, bahkan dalam keluarga kita? Dan yang terpenting, apakah kita siap untuk membuat pilihan yang berbeda, jalan yang benar dan berkenan di hadapan Tuhan, terlepas dari jalan yang mungkin telah ditempuh orang lain sebelumnya? Keadilan Tuhan tidak bersifat herediter dalam arti hukuman dosa orang tua secara otomatis jatuh pada anak, melainkan setiap orang akan diadili berdasarkan perbuatannya sendiri.