Penggambaran visioner tentang pelayanan nabi Yehezkiel.
"Dan datanglah firman TUHAN kepadaku: "Hai anak manusia, ajukanlah pertanyaan kepada orang-orang Israel dan katakan kepada mereka: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Demikianlah kamu bertanya kepada-Ku. Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak akan membiarkan kamu ditanya oleh-Ku."
Kitab Yehezkiel dibuka dengan gambaran yang kuat tentang pemanggilan nabi ini di tengah-tengah pembuangan bangsa Israel di Babel. Ayat pembuka dari pasal 20 ini, yaitu Yehezkiel 20:3, merupakan permulaan dari dialog Tuhan yang intens dengan umat-Nya. Frasa "Hai anak manusia" sering digunakan Tuhan untuk menyapa Yehezkiel, menekankan sifat kemanusiaan nabi yang dibatasi, namun diutus dengan otoritas ilahi. Tuhan tidak hanya memberikan pesan, tetapi juga memanggil Yehezkiel untuk menjadi perantara-Nya, menyampaikan kebenaran-Nya yang seringkali sulit didengar.
Dalam ayat ini, Tuhan secara spesifik menginstruksikan Yehezkiel untuk "mengajukan pertanyaan kepada orang-orang Israel". Ini mungkin terdengar seperti sebuah perintah untuk mengajukan pertanyaan dari Tuhan kepada mereka. Namun, konteks lebih lanjut dari pasal ini dan Kitab Yehezkiel secara keseluruhan mengungkapkan bahwa Tuhan sebenarnya sedang menyatakan bahwa Ia tidak akan membiarkan para tua-tua Israel untuk terus-menerus menanyai-Nya dalam artian mencari jawaban yang memudahkan dosa-dosa mereka atau mengabaikan ketetapan-Nya. Mereka seolah-olah ingin bermain-main dengan otoritas Tuhan, menuntut jawaban yang sesuai dengan keinginan mereka, bukan kebenaran-Nya.
Pernyataan Tuhan yang tegas, "Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak akan membiarkan kamu ditanya oleh-Ku," menunjukkan ketidakpuasan dan ketegasan Tuhan terhadap sikap bangsa Israel. Mereka telah berulang kali memberontak terhadap Tuhan, menyembah berhala, dan mengabaikan hukum-hukum-Nya. Namun, mereka masih berani datang kepada nabi, seolah-olah meminta validasi atau pemakluman atas tindakan mereka. Tuhan menegaskan bahwa Ia tidak akan memberikan jawaban yang menyejukkan hati mereka yang terus menerus dalam pemberontakan. Pesan ini bukanlah tentang Tuhan yang menolak untuk menjawab doa atau pertanyaan umat-Nya yang tulus, melainkan tentang penolakan-Nya terhadap sikap ketidaktaatan dan keseriusan yang dangkal.
Pasal Yehezkiel 20 selanjutnya merinci sejarah panjang pemberontakan bangsa Israel. Dimulai dari Mesir, mereka terus menerus melanggar perjanjian dengan Tuhan. Bahkan setelah dikeluarkan dari Mesir dan menerima hukum di Sinai, mereka tetap berpaling kepada dewa-dewa asing. Peringatan Tuhan melalui Yehezkiel adalah untuk membuka mata mereka terhadap dosa-dosa mereka sendiri dan konsekuensi dari penolakan mereka terhadap kasih karunia Tuhan. Tuhan ingin mereka sadar bahwa pertanyaan yang mereka ajukan bukanlah refleksi dari kerinduan untuk bertobat, melainkan upaya untuk mencari jalan keluar dari hukuman ilahi tanpa meninggalkan dosa.
Pesan Yehezkiel 20:3 mengingatkan kita bahwa hubungan kita dengan Tuhan harus didasarkan pada ketulusan, ketaatan, dan kerendahan hati. Tuhan tidak akan merespon dengan cara yang menyejukkan ketika kita datang kepada-Nya dengan hati yang tidak tulus, hanya mencari kemudahan atau mengabaikan firman-Nya. Sebaliknya, Ia memanggil kita untuk introspeksi, mengakui dosa, dan kembali kepada jalan-Nya dengan segenap hati.
Peringatan ini tetap relevan hingga kini. Apakah kita seringkali datang kepada Tuhan hanya ketika kita membutuhkan sesuatu, sambil mengabaikan tuntutan-Nya dalam kehidupan sehari-hari? Apakah kita dengan sungguh-sungguh mencari kehendak-Nya atau hanya mencari jawaban yang membenarkan cara hidup kita? Yehezkiel 20:3 adalah panggilan untuk memeriksa kembali hati kita dan memastikan bahwa pertanyaan-pertanyaan kita kepada Tuhan lahir dari kerinduan untuk mengenal dan taat kepada-Nya, bukan sekadar untuk memuaskan keinginan diri sendiri.