Kitab Yehezkiel seringkali menghadirkan gambaran yang kuat tentang penghakiman Allah atas umat-Nya akibat dosa dan ketidaktaatan mereka. Dalam pasal 22, nabi Yehezkiel dipanggil untuk menyuarakan seruan kenabian yang tajam mengenai kebejatan Yerusalem. Ayat 26 secara khusus menyoroti kegagalan para pemimpin rohani, yaitu para imam, dalam menjalankan tugas mereka. Ayat ini menjadi saksi bisu betapa pentingnya integritas, ketaatan, dan pemahaman yang benar terhadap hukum Allah, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi mereka yang dipercayakan untuk memimpin dan mengajar umat.
Ayat Yehezkiel 22:26 dengan gamblang menyatakan bahwa para imam telah melanggar hukum Allah. Ini bukan sekadar pelanggaran kecil, melainkan penolakan terhadap otoritas ilahi. Mereka tidak hanya mengabaikan firman Tuhan, tetapi juga menajiskan barang-barang yang seharusnya mereka jaga kekudusannya. Dalam konteks Bait Allah, ini berarti memperlakukan benda-benda suci dengan sembarangan atau bahkan mencampuradukkannya dengan hal-hal yang najis.
Lebih jauh lagi, mereka "membedakan yang najis dan yang tahir." Ini menunjukkan hilangnya pemahaman teologis dan moral. Para imam seharusnya menjadi penjaga kesucian dan penuntun umat dalam membedakan antara yang berkenan kepada Tuhan dan yang tidak. Namun, mereka malah berkontribusi pada kebingungan moral dan spiritual. Keadaan ini diperparah dengan tindakan mereka yang "menutup mata terhadap perbedaan antara yang sabat yang dikuduskan dan yang tidak dikuduskan." Hari Sabat adalah tanda perjanjian antara Allah dan umat-Nya, sebuah hari untuk beristirahat dan menguduskan diri bagi Tuhan. Kelalaian dalam menguduskannya adalah pengabaian terhadap perintah ilahi yang fundamental.
Ketika para pemimpin rohani menyimpang dari jalan kebenaran, dampaknya sangat merusak bagi seluruh komunitas. Umat akan kehilangan arah, kebingungan moral akan merajalela, dan hubungan mereka dengan Allah akan terkikis. Yehezkiel 22:26 menggambarkan kehancuran spiritual yang terjadi ketika dasar-dasar hukum dan kekudusan diabaikan. Para imam yang seharusnya menjadi teladan ketaatan malah menjadi sumber kekacauan. Mereka tidak lagi menjadi terang yang menuntun, melainkan kegelapan yang menyesatkan.
Renungan dari ayat ini sangat relevan bagi kita di masa kini. Dalam segala aspek kehidupan, termasuk kepemimpinan rohani, penting untuk senantiasa berpegang teguh pada firman Tuhan. Kita harus berhati-hati agar tidak mengaburkan batas antara yang benar dan yang salah, antara yang kudus dan yang najis. Menjaga kekudusan, menghormati waktu yang dikhususkan untuk Tuhan, dan selalu berusaha memahami serta menaati hukum-Nya adalah tanggung jawab kita bersama. Yehezkiel 22:26 mengingatkan kita bahwa integritas spiritual adalah fondasi yang kokoh bagi kehidupan yang berkenan kepada Allah.
Kekudusan bukanlah sekadar konsep abstrak, melainkan suatu kehidupan yang dijalani dalam ketaatan kepada Tuhan. Kegagalan dalam membedakan yang kudus dari yang tidak kudus, seperti yang digambarkan dalam ayat ini, membawa konsekuensi serius. Ini menekankan pentingnya ketelitian dalam menjalani iman, tidak hanya dalam hal ibadah formal, tetapi juga dalam setiap aspek perilaku dan pengambilan keputusan kita sehari-hari. Mari kita renungkan ayat ini dan memeriksa hati kita, memastikan bahwa kita tetap berjalan dalam terang kebenaran-Nya.