Ayat Yehezkiel 26:3 merupakan sebuah nubuat yang kuat dan dramatis mengenai penghakiman Tuhan atas kota Tirus. Tirus, pada masanya, adalah sebuah kota pelabuhan yang makmur dan berpengaruh di Fenisia. Dikenal karena kekayaan perdagangan, kekuatan maritim, dan kemegahannya, Tirus sering kali menjadi sombong dan merasa tak terkalahkan. Namun, melalui nabi Yehezkiel, Tuhan menyatakan bahwa kesombongan dan keangkuhan tersebut akan berujung pada kehancuran total. Nubuat ini bukan sekadar ancaman kosong, melainkan sebuah janji ilahi yang akan digenapi.
Perumpamaan tentang "ombak yang menderu ke pantai" sangatlah menggambarkan kekuatan destruktif yang akan menimpa Tirus. Ombak yang tak terhentikan, bergelombang datang dan menghantam tepian, melambangkan serangan bertubi-tubi dan tak terhindarkan dari berbagai bangsa yang diperintahkan Tuhan. Bangsa-bangsa ini akan datang bagaikan gelombang laut yang besar, menghancurkan setiap pertahanan dan kekuatan Tirus. Ini menunjukkan bahwa kejatuhan Tirus bukanlah sekadar peristiwa biasa, melainkan sebuah manifestasi dari kuasa Tuhan yang melampaui kekuatan manusia.
Simbol gelombang, melambangkan kekuatan yang menghancurkan.
Kota Tirus, yang terkenal dengan bentengnya yang kokoh dan posisinya yang strategis di pulau, percaya diri dengan keamanannya. Namun, Tuhan secara eksplisit menyatakan bahwa Dia akan menjadi lawan Tirus. Ini berarti bahwa seluruh kekuatan militer dan pertahanan Tirus akan menjadi sia-sia di hadapan kehendak ilahi. Nubuat ini juga menyoroti sifat universal dari kedaulatan Tuhan. Dia tidak hanya berkuasa atas Israel, tetapi juga atas semua bangsa dan kerajaan, mampu menggunakan mereka untuk melaksanakan rencana-Nya, bahkan untuk menghukum bangsa lain.
Kejatuhan Tirus, sebagaimana dinubuatkan dalam Yehezkiel 26, mencakup kehancuran fisik kota, pembunuhan penduduknya, dan penjarahan kekayaannya. Sejarah kemudian mencatat bagaimana raja Babel, Nebukadnezar, mengepung Tirus selama bertahun-tahun, meskipun ia akhirnya tidak berhasil menghancurkan kota itu di pulau utama. Namun, penghancuran yang lebih total kemudian datang dari Aleksander Agung pada tahun 332 SM, yang membangun tanggul untuk mencapai kota di pulau tersebut dan akhirnya menaklukkannya dengan brutal. Nubuat ini menjadi saksi bisu akan ketepatan firman Tuhan, yang meski terkadang datang dalam bentuk penghakiman, tetap menunjukkan kuasa dan otoritas-Nya yang mutlak atas segala ciptaan.
Pesan dari Yehezkiel 26:3 ini memberikan pelajaran penting bagi kita. Kesombongan, keangkuhan, dan kepercayaan diri yang berlebihan pada kekuatan diri sendiri dapat membawa kehancuran. Sebaliknya, kerendahan hati di hadapan Tuhan dan pengakuan akan kedaulatan-Nya adalah jalan menuju keselamatan dan keberkahan. Tuhan berkuasa atas segalanya, dan pada akhirnya, kehendak-Nya akan selalu terlaksana, baik dalam bentuk berkat maupun penghakiman.