Kitab Yehezkiel, seorang nabi yang diutus oleh Tuhan, sering kali berbicara tentang penghukuman ilahi terhadap bangsa-bangsa yang menindas umat-Nya. Ayat Yehezkiel 35:6 secara spesifik menyoroti kemurkaan Tuhan terhadap bangsa Edom. Pernyataan Tuhan, "demi Aku yang hidup," menegaskan keseriusan dan kepastian dari firman-Nya. Ini bukan sekadar ancaman, melainkan sebuah deklarasi yang didasarkan pada keberadaan-Nya yang kekal dan tak tergoyahkan.
Bangsa Edom, yang merupakan keturunan Esau, saudara Yakub (nenek moyang bangsa Israel), memiliki sejarah permusuhan yang panjang terhadap keturunan Yakub. Dalam banyak peristiwa penting dalam sejarah Israel, Edom tidak hanya berdiam diri, tetapi sering kali bersukacita atas penderitaan mereka dan bahkan berpartisipasi dalam penindasan. Keterlibatan Edom dalam kekacauan dan kesengsaraan yang menimpa Israel, serta sikap mereka yang acuh tak acuh terhadap pertumpahan darah yang terjadi, menjadi dasar dari murka Tuhan yang akan segera tercurah.
Tuhan menyatakan bahwa Ia akan menyiapkan diri untuk pertumpahan darah, dan pertumpahan darah akan mengejar mereka. Kalimat ini mengandung makna yang sangat kuat. Tuhan sendiri yang akan menjadi agen dari penghukuman ini, menggunakan pertumpahan darah sebagai sarana untuk membawa keadilan. Namun, lebih dari itu, pertumpahan darah itu sendiri digambarkan sebagai kekuatan yang aktif, yang akan mengejar bangsa Edom. Ini menyiratkan bahwa mereka tidak akan bisa melarikan diri dari konsekuensi dari perbuatan mereka. Seolah-olah dosa mereka telah menabur benih kehancuran yang kini akan berbuah.
Penegasan bahwa "karena engkau tidak membenci pertumpahan darah, oleh sebab itu pertumpahan darah akan mengejar engkau" adalah inti dari kutukan ini. Edom tidak menunjukkan belas kasihan atau penolakan terhadap kekerasan dan penderitaan yang dialami oleh orang lain, terutama umat pilihan Tuhan. Sebaliknya, mereka seolah menikmati atau membiarkan kehancuran itu terjadi, bahkan mungkin berkontribusi padanya. Sikap apatis dan ketidakpedulian mereka terhadap penderitaan sesama, yang sering kali berujung pada pertumpahan darah, menjadi alasan utama mengapa murka ilahi akan menimpa mereka dengan kekuatan yang sama.
Pesan ini memiliki relevansi universal. Ini mengingatkan kita bahwa Tuhan adalah hakim yang adil. Tindakan kekerasan, kebencian, dan ketidakpedulian terhadap penderitaan sesama tidak akan luput dari pandangan-Nya. Kitab Yehezkiel, melalui ayat seperti ini, mengajak kita untuk merenungkan konsekuensi dari pilihan-pilihan moral kita dan pentingnya memiliki hati yang penuh kasih dan belas kasihan, serta menolak segala bentuk kekerasan yang tidak perlu.