Yehezkiel 44:21

"Imam-imam itu, yakni bani Sadok, yang menjabat di tempat kudus itu, kalau mereka masuk ke pelataran dalam, haruslah mereka berselubung lenan; mereka tidak boleh memakai bulu domba, kalau mereka melayani di pintu-pintu gerbang pelataran dalam dan di dalam rumah itu."
K S

Ayat Yehezkiel 44:21 ini merupakan bagian dari visi kenabian Yehezkiel mengenai Bait Allah yang akan dipulihkan. Ayat ini secara spesifik mengatur tentang persyaratan kesucian dan pakaian yang harus dikenakan oleh para imam, khususnya keturunan Sadok, ketika mereka bertugas di pelataran dalam Bait Suci. Perintah ini menekankan pentingnya kesucian dan keseriusan dalam menjalankan tugas imamat, yang merupakan jembatan antara umat manusia dan Allah.

Dalam konteks Alkitab, instruksi mengenai pakaian para imam tidaklah sepele. Pakaian yang dikenakan adalah simbol visual dari panggilan khusus mereka dan kebutuhan untuk mendekati Allah dengan cara yang telah ditentukan. Penggunaan pakaian dari lenan, yang dikenal sebagai kain yang bersih dan menyerap keringat, melambangkan kemurnian dan kesucian. Sebaliknya, larangan menggunakan bulu domba saat melayani di tempat-tempat suci menunjukkan bahwa ada situasi atau waktu tertentu di mana materi tersebut dianggap kurang sesuai atau kurang murni untuk digunakan dalam ibadah.

Perintah ini juga memberikan petunjuk tentang batas-batas area yang memerlukan tingkat kesucian khusus. "Pelataran dalam" adalah area yang lebih intim dan dekat dengan kehadiran Allah dibandingkan pelataran luar. Demikian pula, "pintu-pintu gerbang pelataran dalam dan di dalam rumah itu" adalah zona-zona yang sangat sakral. Ini menunjukkan bahwa di hadapan Allah, kesucian dan ketaatan terhadap aturan-Nya adalah prioritas utama. Para imam, sebagai wakil umat, harus menunjukkan contoh terbaik dalam hal ini.

Yehezkiel 44:21 mengajarkan kita bahwa ibadah yang benar kepada Allah selalu membutuhkan perhatian terhadap detail. Ini bukan tentang legalisme kosong, melainkan tentang memahami kedalaman kekudusan Allah dan pentingnya mendekati-Nya dengan hati yang murni, sikap yang hormat, dan ketaatan pada tuntunan-Nya. Instruksi ini juga dapat dipahami sebagai gambaran foreshadowing dari kedatangan Yesus Kristus, Imam Besar Agung yang membawa kesucian sempurna dan memampukan kita untuk menghadap Allah dengan keberanian melalui pengorbanan-Nya.

Memahami ayat ini membantu kita merefleksikan bagaimana kita sebagai orang percaya pada masa kini mendekati Allah. Meskipun kita tidak lagi terikat pada hukum Taurat mengenai pakaian imam, prinsip kesucian, ketertiban dalam ibadah, dan kekhususan dalam menghormati hadirat Allah tetap relevan. Kita dipanggil untuk hidup kudus, mempersembahkan diri sebagai korban yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah, yang adalah ibadah kita yang sejati (Roma 12:1).