Pada tahun yang keenam, dalam bulan yang kelima pada tanggal sepuluh, aku, Yehezkiel, duduk di rumahku, dan para tua-tua Yehuda duduk di hadapanku. Tiba-tiba terjadilah kelepasan tangan TUHAN, Tuhanku, kepadaku di sana.
Ayat pembuka dari pasal 8 Kitab Yehezkiel, yaitu Yehezkiel 8:1, mengantarkan kita pada sebuah momen krusial dalam pelayanan kenabian Yehezkiel. Peristiwa ini bukan sekadar catatan waktu dan tempat, melainkan penanda permulaan dari sebuah penglihatan ilahi yang akan membuka mata Yehezkiel terhadap kondisi spiritual umat Yehuda yang memprihatinkan. Pada saat itu, umat Allah sedang berada dalam masa pembuangan di Babel, sebuah periode penuh ketidakpastian dan kekacauan. Namun, di tengah kondisi seperti itu, Sang Nabi justru mendapatkan sebuah peneguhan dan instruksi langsung dari Tuhan.
Kutipan Yehezkiel 8:1 secara spesifik menggambarkan posisi Yehezkiel yang sedang berada di rumahnya, dikelilingi oleh para tua-tua Yehuda. Kehadiran para tua-tua ini mengindikasikan adanya sebuah komunitas yang masih berusaha mempertahankan identitas dan struktur kepemimpinan mereka, meskipun dalam kondisi terasing. Mereka mungkin datang untuk mencari nasihat, penghiburan, atau sekadar untuk berkumpul dalam kebersamaan. Situasi ini terasa relatif normal, namun Tuhan memiliki rencana yang luar biasa untuk Yehezkiel.
Tiba-tiba, seperti yang dicatat dalam ayat tersebut, "terjadilah kelepasan tangan TUHAN, Tuhanku, kepadaku di sana." Frasa ini sering diartikan sebagai intervensi ilahi yang kuat, sebuah sentuhan atau dorongan supernatural yang mempersiapkan Yehezkiel untuk menerima visi atau wahyu yang akan datang. Ini bukan sekadar pengalaman pasif, melainkan sebuah penarikan yang kuat untuk terlibat dalam sebuah realitas yang lebih dalam, melampaui pengalaman fisik sehari-hari. Tangan TUHAN yang "melepaskan" atau "menjangkau" Yehezkiel menandakan bahwa Tuhan secara aktif mengambil inisiatif untuk berkomunikasi dan menunjukkan perkara-perkara yang tersembunyi.
Apa yang terjadi setelah momen ini sangatlah penting. Penglihatan yang mengikuti membuka tabir mengenai kesesatan yang merajalela di dalam Bait Allah sendiri, tempat yang seharusnya menjadi pusat kekudusan dan persekutuan dengan Tuhan. Yehezkiel dibawa, melalui roh, ke Yerusalem dan diperlihatkan berbagai praktik penyembahan berhala, pengkhianatan, dan kemurtadan yang dilakukan oleh para pemimpin dan umatnya. Ini adalah gambaran yang sangat kontras dengan apa yang seharusnya terjadi di rumah Tuhan.
Pentingnya Yehezkiel 8:1 terletak pada fondasinya. Penglihatan yang mengerikan dan memilukan ini dimulai dengan sebuah pengalaman pribadi yang intim antara nabi dan Tuhan. Ini menunjukkan bahwa bahkan di saat-saat tergelap sekalipun, Tuhan tidak pernah meninggalkan umat-Nya sepenuhnya. Dia terus berkomunikasi, mengingatkan, dan menunjukkan jalan, meskipun seringkali melalui cara-cara yang mengejutkan dan sulit dipahami. Momen ini juga menekankan pentingnya kesiapan rohani untuk menerima kebenaran, sekecil apapun dorongan yang diberikan. Para tua-tua Yehuda, meskipun hadir, mungkin tidak siap menerima apa yang akan diungkapkan, sementara Yehezkiel, melalui sentuhan Tuhan, dibukakan matanya untuk melihat realitas spiritual yang sebenarnya.
Sebagai penutup, Yehezkiel 8:1 mengingatkan kita bahwa Tuhan peduli terhadap kesucian umat-Nya dan tempat ibadah-Nya. Dia akan bertindak untuk mengungkapkan dan mengadili dosa, bahkan ketika dosa itu tersembunyi di balik façade kesalehan. Pengalaman Yehezkiel adalah panggilan bagi setiap orang percaya untuk memeriksa hati dan kehidupan mereka sendiri, serta untuk tetap waspada terhadap pengaruh-pengaruh yang dapat menjauhkan kita dari kekudusan Tuhan. Penglihatan ini, yang dimulai dengan jangkauan tangan Tuhan kepada nabi-Nya, akhirnya menjadi peringatan keras bagi seluruh bangsa Yehuda.