"Sudahkah engkau lihat apa yang dilakukan oleh bangsa itu? Mereka berkata: 'Kedua kaum keluarga yang dipilih TUHAN telah ditolak-Nya.' Dan mereka mencemooh umat-Ku, seolah-olah mereka tidak lagi menjadi suatu bangsa di hadapan-Nya."
Ayat Yeremia 33:24 ini muncul dalam konteks yang sangat penting dalam Kitab Yeremia. Nabi Yeremia diutus oleh Allah untuk menyampaikan pesan kepada umat Israel yang sedang menghadapi masa-masa sulit, termasuk pembuangan ke Babel. Bangsa Israel, terutama kaum bangsawan dan rohaniwan, seringkali merasa bahwa mereka telah ditinggalkan oleh Allah karena dosa-dosa mereka dan konsekuensi yang mereka terima. Perkataan dalam ayat ini mencerminkan pandangan pesimis dan keputusasaan yang melanda sebagian umat pada masa itu. Mereka melihat penolakan dan cemoohan sebagai bukti bahwa Allah telah benar-benar melepaskan mereka, seolah-olah mereka tidak lagi memiliki identitas sebagai umat pilihan-Nya.
Namun, konteks yang lebih luas dari pasal 33 Kitab Yeremia menawarkan perspektif yang berbeda dan penuh harapan. Ayat-ayat sebelumnya (dan ayat-ayat setelahnya) berisi janji-janji Allah yang luar biasa mengenai pemulihan, pembaharuan, dan pendirian kembali bangsa Israel serta Daud. Allah menegaskan kesetiaan-Nya yang tak tergoyahkan kepada umat-Nya, meskipun mereka telah berdosa. Janji bahwa "keturunan Daud akan senantiasa memerintah" dan "orang Lewi akan senantiasa mempersembahkan korban bakaran dan membakar korban sajian serta mempersembahkan korban pada waktu yang sama" adalah bukti dari rencana ilahi yang kekal.
Meskipun bangsa Israel mungkin merasa ditolak, Allah melalui Nabi Yeremia menegaskan bahwa janji dan panggilan-Nya tidak akan pernah dibatalkan. Penolakan dan cemoohan yang mereka alami adalah ujian, bukan akhir dari segalanya. Allah berjanji untuk mengumpulkan kembali sisa-sisa umat-Nya, menyucikan mereka, dan mendirikan kembali kerajaan yang adil.
Ayat Yeremia 33:24 berfungsi sebagai kontras yang tajam terhadap janji-janji pemulihan yang Allah berikan. Ini menunjukkan betapa dalamnya keputusasaan yang dirasakan oleh umat, namun juga betapa besarnya anugerah dan kesetiaan Allah yang melampaui segala kesalahan dan kelemahan manusia. Allah tidak pernah benar-benar membuang umat pilihan-Nya. Sebaliknya, Dia terus merencanakan masa depan yang penuh harapan bagi mereka.
Bagi orang percaya hari ini, ayat ini mengingatkan kita bahwa di tengah kesulitan, kegagalan, atau perasaan ditinggalkan, kesetiaan Allah tetap teguh. Janji-Nya tidak bergantung pada kesempurnaan kita, tetapi pada karakter-Nya yang setia. Kita diundang untuk memegang teguh keyakinan akan pemeliharaan dan rencana Allah, bahkan ketika keadaan terlihat suram. Kesetiaan-Nya adalah jangkar yang kokoh bagi jiwa kita.