Firman Tuhan dalam Kitab Yeremia pasal 34 ayat 8 menyajikan sebuah momen krusial dalam sejarah bangsa Israel. Ayat ini tidak hanya mencatat sebuah tindakan hukum, tetapi juga merangkum nilai-nilai fundamental mengenai kesetiaan, kebebasan, dan pemenuhan janji. Dalam konteksnya, Yeremia, seorang nabi Tuhan, diperintahkan untuk menyampaikan pesan kepada para pemimpin dan rakyat Yehuda yang pada saat itu sedang menghadapi ancaman dari Babel. Menariknya, ayat ini menggarisbawahi sebuah inisiatif yang diambil oleh "segala rakyat," yang mencakup baik bangsawan maupun rakyat jelata, untuk mengikat sebuah perjanjian.
Perjanjian yang dimaksud adalah untuk melepaskan setiap budak, baik laki-laki maupun perempuan, yang berasal dari bangsanya sendiri. Ini adalah tindakan yang luar biasa, mengingat praktik perbudakan yang umum pada masa itu. Tindakan ini merupakan manifestasi dari pemahaman terhadap hukum Taurat yang menekankan kasih dan keadilan terhadap sesama, terutama terhadap mereka yang berada dalam posisi rentan. Melepaskan budak berarti mengembalikan martabat mereka, memberikan kesempatan untuk hidup merdeka, dan memulihkan hubungan persaudaraan.
Ayat ini secara spesifik menyebutkan bahwa tindakan ini dilakukan "oleh Yeremia orang Lewi itu". Ini menunjukkan peran penting para pelayan Tuhan dalam menyampaikan dan menegakkan firman Tuhan di tengah masyarakat. Para nabi seringkali menjadi suara kenabian yang mengingatkan umat Tuhan akan kewajiban mereka dan konsekuensi dari ketidaktaatan.
Penting untuk dicatat bahwa perjanjian ini bukanlah sekadar pembebasan sementara, melainkan sebuah pengakuan akan hakikat kemanusiaan setiap individu. Frasa "supaya jangan seorang pun lagi ditahan sebagai orang Yehudi, saudaranya" menegaskan kembali semangat persaudaraan yang seharusnya mengikat umat Tuhan. Ini adalah pengingat bahwa dalam pandangan Tuhan, semua orang adalah saudara, terlepas dari status sosial atau ekonomi mereka.
Namun, sejarah mencatat bahwa perjanjian ini pada akhirnya dilanggar oleh banyak pihak. Kegagalan untuk menepati janji ini membawa konsekuensi yang berat bagi Yehuda, termasuk kehancuran Yerusalem dan pembuangan. Yeremia 34:11-16 kemudian mengisahkan bagaimana Tuhan murka atas pelanggaran janji ini dan memerintahkan budak-budak yang telah dibebaskan untuk kembali diperbudak. Ini menjadi pelajaran pahit tentang betapa seriusnya Tuhan memandang pemenuhan janji dan keadilan.
Oleh karena itu, Yeremia 34:8 bukan hanya sebuah catatan sejarah kuno, tetapi sebuah ajaran yang relevan hingga kini. Ayat ini mengingatkan kita akan pentingnya hidup dalam kesetiaan terhadap janji-janji yang kita buat, baik kepada sesama maupun kepada Tuhan. Ini adalah panggilan untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemerdekaan, martabat manusia, dan keadilan dalam setiap aspek kehidupan kita, serta untuk tidak pernah meremehkan kekuatan sebuah perjanjian yang tulus.