"Tetapi terjadilah, ketika Nebukadnezar, raja Babel, menyerang negeri itu, kami berkata: Marilah kita pergi ke Yerusalem, supaya kita terhindar dari pedang tentara Babel dan pedang tentara Aram. Maka tinggallah kami di Yerusalem."
Ilustrasi artistik kota Yerusalem yang kokoh.
Ayat Yeremia 35:11 memberikan gambaran tentang keputusan penting yang diambil oleh kaum Rechab. Di tengah ancaman invasi yang mengerikan dari tentara Babel dan Aram, mereka membuat pilihan untuk mengungsi ke Yerusalem. Keputusan ini bukanlah keputusan yang dibuat secara sembarangan, melainkan sebuah langkah strategis untuk menyelamatkan diri dari kehancuran yang akan datang. Ancaman militer dari kekuatan asing seperti Babel pada masa itu sangat nyata dan seringkali membawa malapetaka bagi kota-kota dan penduduknya.
Kaum Rechab dikenal karena ketaatan mereka pada tradisi yang diwariskan oleh leluhur mereka, Yonadab bin Rechab. Salah satu prinsip utama mereka adalah untuk tidak tinggal di rumah-rumah, tidak menanam anggur, dan tidak membuat kebun anggur, melainkan hidup sebagai pengembara di kemah-kemah. Namun, dalam situasi krisis yang ekstrem ini, mereka harus membuat pengecualian. Ketaatan mereka pada perintah leluhur mereka untuk menjauhi anggur dan gaya hidup menetap di kota-kota tampaknya sedikit dilonggarkan dalam artian mereka mencari perlindungan di dalam tembok kota yang diyakini lebih aman. Pilihan untuk pergi ke Yerusalem menunjukkan pemahaman mereka tentang keadaan yang genting dan kebutuhan mendesak untuk mencari perlindungan di tempat yang lebih aman.
Kisah ini, meskipun berfokus pada kaum Rechab, secara implisit juga menyoroti pentingnya kebijaksanaan dan kemampuan untuk beradaptasi dalam menghadapi kesulitan. Yerusalem, sebagai pusat keagamaan dan politik, seringkali menjadi benteng pertahanan utama bagi bangsa Yehuda. Keputusan mereka untuk mencari perlindungan di sana adalah bukti bahwa mereka memprioritaskan keselamatan jiwa mereka. Ayat ini mengajarkan kita bahwa ketaatan, bahkan pada tradisi yang kuat, perlu diimbangi dengan kebijaksanaan dalam situasi yang mengancam kehidupan. Keputusan mereka untuk mengungsi menunjukkan bahwa meskipun mereka memegang teguh prinsip-prinsip gaya hidup mereka, mereka juga mampu mengambil langkah praktis untuk melindungi diri dari bahaya fisik yang nyata.
Lebih jauh lagi, ketaatan kaum Rechab kepada leluhur mereka menjadi sebuah kontras menarik ketika dibandingkan dengan ketidaktaatan bangsa Israel kepada Allah. Allah seringkali berbicara melalui nabi-Nya, Yeremia, untuk mengingatkan bangsa Israel akan pelanggaran hukum dan perjanjian mereka. Namun, kaum Rechab menunjukkan ketaatan yang teguh kepada arahan leluhur mereka, bahkan dalam hal-hal yang tampaknya sepele. Ketika Allah kemudian memuji ketaatan kaum Rechab (seperti yang terlihat dalam ayat-ayat selanjutnya dalam pasal ini), ini menjadi sebuah teguran lembut bagi bangsa Israel yang telah mengabaikan perintah-perintah Allah yang jauh lebih penting. Ayat ini mendorong kita untuk merenungkan arti sebenarnya dari ketaatan dan bagaimana hal itu diterapkan dalam kehidupan kita, baik kepada manusia maupun kepada Sang Pencipta.