"Dan ketika Mikha bin Gemarya, anak Safan, mendengar segala firman TUHAN dalam gulungan kitab itu, ia turun ke rumah raja, ke bilik juru tulis, dan di sana ia melihatnya, lalu ia menceritakan kepada raja semua perkataan yang telah didengarnya, ketika Yoyakim mendengarnya."
Ayat Yeremia 36:11 merupakan bagian penting dari narasi dramatis mengenai penyampaian pesan kenabian kepada Raja Yoyakim di Yerusalem. Pada masa itu, Yehuda sedang menghadapi ancaman besar dari Babilonia, dan Nabi Yeremia ditugaskan oleh Allah untuk memperingatkan umat-Nya, termasuk raja, agar bertobat. Namun, peringatan ini sering kali disambut dengan penolakan dan bahkan permusuhan.
Dalam pasal 36 Kitab Yeremia, kita menemukan bagaimana Allah memerintahkan Yeremia untuk menuliskan semua perkataan yang telah disampaikan-Nya dalam sebuah gulungan kitab. Yeremia kemudian menginstruksikan hambanya, Barukh bin Neria, untuk membacakan gulungan itu di hadapan umat, di Bait Allah, pada hari puasa. Tujuannya adalah agar pesan peringatan dan panggilan bertobat itu tersampaikan secara luas, dengan harapan hati mereka akan dilunakkan dan mereka mau berbalik dari jalan kejahatan mereka.
Ayat 11 secara spesifik menyoroti tindakan Mikha, seorang pejabat yang tampaknya memiliki posisi strategis di lingkungan istana sebagai cucu Safan, seorang juru tulis yang terkemuka. Mikha mendengar pembacaan gulungan kitab tersebut. Alih-alih mengabaikan atau meremehkan apa yang didengarnya, Mikha merasakan pentingnya pesan itu. Ia tidak ragu untuk segera turun ke rumah raja, tempat para juru tulis berkumpul dan menyimpan dokumen penting, untuk melaporkan isi gulungan tersebut kepada raja Yoyakim.
Perlu dipahami bahwa situasi di Yerusalem pada waktu itu sangatlah genting. Raja Yoyakim dikenal sebagai pemimpin yang keras hati dan cenderung mengabaikan firman Allah. Pembacaan gulungan kitab oleh Barukh di hadapan publik merupakan tindakan berani yang berisiko. Ketika Mikha melaporkannya kepada raja, ini menjadi jembatan penting untuk menyampaikan langsung peringatan ilahi kepada pemegang kekuasaan tertinggi.
Apa yang terjadi selanjutnya adalah konfrontasi antara firman Allah dan ketidakpedulian manusia. Raja Yoyakim, setelah mendengarkan sebagian atau seluruh isi gulungan tersebut, menunjukkan sikap yang mengerikan: ia merobek gulungan itu dan membakarnya di perapian. Tindakan ini bukan hanya penolakan terhadap Yeremia dan Barukh, tetapi juga penolakan langsung terhadap Allah sendiri dan pesan-Nya. Hal ini menunjukkan betapa dalam pemberontakan hati raja terhadap kehendak Ilahi.
Namun, kisah ini tidak berakhir di sana. Allah kemudian memerintahkan Yeremia untuk membuat gulungan baru, dan bahkan menambahkan lebih banyak perkataan kenabian yang menyoroti murka Allah atas tindakan Yoyakim dan penghukuman yang akan menimpanya serta keluarganya. Melalui Yeremia 36:11 dan kelanjutannya, kita melihat bagaimana kejujuran dan keberanian seorang individu seperti Mikha dapat menjadi bagian dari rencana Allah, bahkan ketika menghadapi penolakan yang kuat dari otoritas yang ada. Ini adalah pengingat bahwa kebenaran firman Tuhan harus tetap disampaikan, terlepas dari respons yang mungkin diterima. Pesan ini relevan bagi kita hingga kini, mendorong kita untuk mendengar, memahami, dan merespons firman Tuhan dengan hati yang terbuka dan penuh hormat.
Untuk memahami lebih lanjut mengenai konteks sejarah dan teologis dari Kitab Yeremia, Anda dapat merujuk pada sumber-sumber tepercaya.