"Ebed-Melekh, orang Etiopia itu, yang bekerja di istana raja, mendengar bahwa Yeremia telah dimasukkan ke dalam perigi.
Ayat Yeremia 38:8 mengawali sebuah kisah yang penuh keberanian dan kasih dalam situasi yang paling genting. Di tengah kekacauan dan ketakutan yang melanda Yerusalem karena invasi Babel, nabi Yeremia dilemparkan ke dalam sebuah perigi kering yang penuh lumpur oleh para pejabat kota. Tindakan ini merupakan bentuk kebencian dan ketidakpercayaan terhadap pesan kenabiannya yang selalu menyerukan pertobatan dan penyerahan diri kepada Tuhan.
Namun, di saat keputusasaan ini, muncullah sesosok pahlawan yang tidak terduga. Ebed-Melekh, seorang pejabat istana berdarah Etiopia, mendengar tentang nasib mengerikan yang menimpa Yeremia. Berbeda dengan yang lain yang diam atau bahkan ikut berperan dalam penindasan, hati Ebed-Melekh tergerak oleh belas kasihan dan keadilan. Ia tidak membiarkan situasi ini berlalu begitu saja.
Ebed-Melekh segera bertindak. Ia tidak ragu untuk mendatangi Raja Zedekia yang saat itu sedang berada di Gerbang Benyamin, sebuah lokasi di mana raja biasanya menerima pengaduan. Ini adalah sebuah langkah yang berani, mengingat bahwa para pejabat lainlah yang telah memerintahkan pemenjaraan Yeremia. Namun, Ebed-Melekh memiliki keyakinan pada kebenaran dan pada kebaikan raja, atau setidaknya pada kemampuannya untuk mengintervensi.
Ia menyampaikan langsung kepada raja, "Tuanku raja, orang-orang ini telah berbuat jahat dalam segala hal yang mereka lakukan terhadap nabi Yeremia, yang kamu masukkan ke dalam perigi itu; ia akan mati karena lapar, sebab roti sudah habis di kota." Pengaduannya didasarkan pada fakta yang mengerikan tentang keadaan Yeremia, menekankan bahwa tindakan itu adalah kejahatan dan akan berakibat fatal bagi sang nabi. Keberanian Ebed-Melekh dalam menghadapi raja, serta kejujurannya dalam melaporkan ketidakadilan, patut diacungi jempol.
Kisah Ebed-Melekh, yang terangkum dalam Yeremia 38:8 dan ayat-ayat selanjutnya, mengajarkan kita tentang pentingnya keberanian moral. Dalam dunia yang seringkali penuh dengan ketidakadilan dan penindasan, selalu ada kesempatan untuk berbuat baik. Menjadi saksi dari ketidakadilan tanpa melakukan apa pun sama saja dengan berpartisipasi di dalamnya. Ebed-Melekh memilih jalan yang berbeda; ia memilih untuk bertindak, bahkan ketika risiko mungkin ada. Kisahnya adalah pengingat bahwa satu tindakan kebaikan yang berani dapat membawa perbedaan besar dan menyelamatkan nyawa.
Lebih dari sekadar menyelamatkan Yeremia dari perigi maut, Ebed-Melekh juga mewakili harapan. Harapan bahwa di tengah kegelapan, ada cahaya kebaikan yang bersinar. Harapan bahwa bahkan di antara mereka yang memiliki kekuasaan, ada hati yang peduli dan bersedia membela yang tertindas. Pesan Yeremia 38:8 bukan hanya tentang nasib seorang nabi, tetapi juga tentang kekuatan kebaikan dan keberanian yang dapat mengubah takdir.