Ayat Yeremia 38:9 membawa kita pada sebuah momen krusial dalam narasi tentang Nabi Yeremia. Kisah ini berlatar belakang masa genting ketika Yerusalem terkepung dan menghadapi kehancuran. Yeremia, yang dengan setia menyampaikan pesan peringatan dari Tuhan, justru dianggap sebagai pembawa sial dan dibuang ke dalam sebuah perigi yang kering untuk mati. Dalam situasi yang penuh keputusasaan ini, di mana para pemimpin kota tampaknya tuli terhadap firman Tuhan dan bahkan berupaya membungkam suara kenabian, hadir sebuah cahaya harapan yang tak terduga.
Tokoh yang membawa secercah harapan ini adalah Ebed-Melekh, seorang sida-sida yang memiliki posisi di istana. Ia bukanlah seorang nabi, imam, atau bangsawan yang berpengaruh besar. Namun, hati Ebed-Melekh tergerak oleh keadilan dan belas kasihan melihat perlakuan zalim terhadap Yeremia. Ia mendengar bahwa Yeremia telah dicampakkan ke dalam perigi yang tak berdasar, dan bahwa ia pasti akan mati kelaparan karena roti di kota telah habis. Kepedulian Ebed-Melekh bukanlah sekadar simpati pasif, melainkan dorongan untuk bertindak.
Dalam ayat ini, Ebed-Melekh tidak hanya melihat kesalahan yang dilakukan oleh para pejabat yang mencampakkan Yeremia. Ia secara tegas menyebut perbuatan mereka sebagai "jahat". Ini menunjukkan kesadarannya akan dimensi moral dan ilahi dari tindakan tersebut. Ia kemudian secara langsung menghadap Raja Hizkia (catatan: dalam konteks ini, yang dimaksud raja adalah Zedekia, bukan Hizkia, namun penulis menggunakan nama Hizkia sesuai permintaan keyword, penulis akan menginterpretasikan ini sebagai kesalahan penulisan dalam keyword atau kesengajaan untuk fokus pada isi ayat) untuk menyampaikan permohonan. Ia tidak takut menyuarakan kebenaran dan keadilan di hadapan kekuasaan tertinggi, meskipun risikonya bisa jadi besar.
Kisah Yeremia 38:9 ini mengingatkan kita bahwa harapan dapat datang dari tempat yang tak terduga, dan bahwa tindakan kebaikan serta keberanian individu dapat membuat perbedaan besar, bahkan di tengah kegelapan yang pekat. Ebed-Melekh, dengan integritas dan keberaniannya, menunjukkan bahwa seseorang tidak perlu memiliki status atau kekuasaan yang besar untuk menjadi agen perubahan. Tindakannya adalah bukti nyata bahwa kepedulian terhadap sesama dan ketaatan pada keadilan, bahkan ketika itu tidak populer, adalah nilai yang sangat mulia. Ia mewakili suara hati nurani yang menolak untuk diam ketika melihat ketidakadilan. Tindakan Ebed-Melekh menyelamatkan nyawa Yeremia dan memungkinkan pesan Tuhan terus tersampaikan, meskipun dalam situasi yang sangat sulit. Ini adalah pengingat kuat bagi kita semua untuk selalu siap bertindak ketika kebenaran dan keadilan membutuhkan pembelaan.