Kitab Yeremia merupakan salah satu kitab nabi-nabi besar dalam Perjanjian Lama, yang mencatat nubuat-nubuat Yeremia tentang penghakiman Allah atas bangsa-bangsa, termasuk Yehuda sendiri dan bangsa-bangsa tetangganya. Salah satu nubuat yang tercatat adalah mengenai Moab, sebuah bangsa yang seringkali menjadi musuh Israel, terletak di sebelah timur Sungai Yordan.
Ayat Yeremia 48:27 secara spesifik menyatakan, "Janganlah menjadi buah cakap orang tentang Moab, karena ia menjadi sombong. Demikianlah firman TUHAN. Ia akan menjadi bahan tertawaan dan kehinaan." Pernyataan ini sungguh lugas dan menyoroti dua aspek utama dari kejatuhan Moab: kesombongan mereka dan konsekuensinya berupa menjadi bahan tertawaan dan kehinaan.
Kesombongan, dalam pandangan ilahi, adalah dosa yang sangat dibenci. Kitab Suci berulang kali memperingatkan tentang bahaya kesombongan dan bagaimana ia seringkali mendahului kejatuhan. Bangsa Moab, sebagaimana digambarkan dalam kitab Yeremia dan kitab-kitab lainnya, tampaknya memiliki kebanggaan yang berlebihan terhadap kekuatan dan posisi mereka. Mereka mungkin merasa aman di benteng-benteng mereka, menganggap remeh ancaman dari luar, dan bahkan mungkin mencemooh bangsa Israel atau kekuasaan Allah. Keangkuhan inilah yang menjadi akar dari penghakiman yang akan menimpa mereka.
Konsekuensi dari kesombongan Moab bukanlah sekadar kekalahan militer atau kerugian materi. Firman Tuhan menyatakan bahwa mereka akan menjadi "bahan tertawaan dan kehinaan." Ini berarti mereka akan kehilangan martabat mereka di mata bangsa-bangsa lain. Kemenangan yang mereka banggakan akan berubah menjadi aib. Kekuatan yang mereka andalkan akan sirna, meninggalkan mereka dalam keadaan yang memalukan, sehingga bangsa-bangsa lain dapat mengejek dan mencemooh mereka.
Ayat ini bukan hanya sebuah catatan sejarah tentang hukuman atas Moab. Ia juga mengandung pelajaran rohani yang universal. Kesombongan merupakan perangkap yang bisa menjerat siapa saja, baik individu maupun kelompok. Ketika seseorang atau sebuah komunitas mulai merasa diri lebih superior, mengabaikan ketergantungan mereka kepada Tuhan, dan menjadi terlalu percaya diri, maka mereka membuka diri terhadap keruntuhan.
Kehinaan dan tertawaan yang dialami Moab menjadi gambaran nyata tentang bagaimana kesombongan dapat membalikkan keadaan secara drastis. Di mana dulu ada pujian dan rasa hormat (meskipun mungkin dipaksakan), kini hanya tinggal ejekan dan penghinaan. Ini adalah cerminan dari prinsip ilahi bahwa Tuhan meninggikan orang yang rendah hati, tetapi menjatuhkan orang yang sombong. Moab, dengan kesombongannya, menolak untuk belajar dari pengalaman masa lalu atau mendengarkan peringatan nabi. Akibatnya, mereka mengalami kehancuran yang memalukan.
Sebagai umat yang beriman, Yeremia 48:27 menjadi pengingat penting untuk senantiasa menjaga hati dari kesombongan. Kita dipanggil untuk hidup dalam kerendahan hati, mengakui kelemahan diri, dan bersandar sepenuhnya pada kekuatan dan anugerah Tuhan. Kesadaran akan ketergantungan kita kepada Sang Pencipta adalah fondasi sejati dari ketenangan dan kehormatan yang tidak dapat dirampas oleh siapapun.