Ayat Yeremia 5:28 menyajikan sebuah gambaran yang kuat mengenai umat yang telah mengalami kemerosotan spiritual yang mendalam. Nubuat ini tidak hanya sekadar catatan sejarah, tetapi juga sebuah peringatan yang relevan bagi setiap zaman. Kata-kata seperti "telah menjadi gemuk, telah menjadi tebal" menggambarkan kondisi kepuasan diri dan ketidakpekaan hati yang muncul akibat kelimpahan materi atau kenyamanan hidup. Ketika seseorang atau sebuah masyarakat menjadi "gemuk" dalam hal ini, mereka cenderung kehilangan kepekaan terhadap kebenaran ilahi dan kebutuhan sesama.
Kemakmuran dan kenyamanan yang tidak disertai dengan fondasi iman yang kokoh dapat dengan mudah membawa pada kesombongan dan pengabaian terhadap nilai-nilai keadilan. Ayat ini secara spesifik menyoroti kegagalan dalam "membela perkara orang benar" dan "memperjuangkan hak yatim piatu." Ini adalah indikator yang jelas dari rusaknya tatanan moral dan spiritual. Orang-orang yang seharusnya menjadi suara bagi mereka yang tertindas dan terlupakan justru memilih untuk abai. Kehidupan mereka dipenuhi dengan kejahatan yang mereka "lampaui batas," sebuah ungkapan yang menunjukkan bahwa keburukan telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging, tanpa rasa malu atau penyesalan.
Penyebab utama dari kondisi memprihatinkan ini ditegaskan di akhir ayat: "karena mereka tidak menaruh kepercayaan pada TUHAN." Kehilangan kepercayaan kepada Tuhan adalah akar dari segala bentuk kemerosotan moral dan spiritual. Ketika sumber segala kebaikan dan kebenaran diabaikan, manusia cenderung mencari kekuatan dan kepuasan dalam hal-hal duniawi semata. Materi, kekuasaan, atau kenikmatan menjadi pengganti Tuhan. Akibatnya, empati terhadap sesama berkurang, dan rasa keadilan terkikis. Orang-orang menjadi sibuk dengan urusan diri sendiri, hingga melupakan tanggung jawab moral mereka kepada Tuhan dan sesama.
Pesan Yeremia 5:28 adalah ajakan untuk introspeksi diri. Apakah kita telah menjadi "gemuk" dalam kepuasan duniawi sehingga hati kita menjadi tumpul terhadap penderitaan orang lain? Apakah kita telah mengabaikan prinsip-prinsip keadilan karena terlalu fokus pada kepentingan pribadi? Ayat ini mengingatkan kita bahwa kekayaan sejati bukanlah materi semata, melainkan kekayaan iman yang membuat kita peduli pada sesama dan teguh dalam kebenaran. Kepercayaan kepada TUHAN adalah jangkar yang menjaga kita dari hanyut dalam arus kejahatan dan kesombongan, serta mendorong kita untuk menjadi agen keadilan dan kasih di dunia ini. Hanya dengan kembali menaruh kepercayaan pada Tuhan, kita dapat menemukan kembali kepekaan hati dan semangat untuk memperjuangkan apa yang benar.