Ayat pembuka dari pasal ke-18 Kitab Yesaya ini menyajikan sebuah penglihatan dramatis dari Nabi Yesaya, yang diperintahkan Allah untuk menyampaikan pesan kepada bangsa-bangsa. Kata "Celakalah" segera menetapkan nada peringatan dan penghakiman. Namun, ini bukanlah sekadar kutukan tanpa dasar, melainkan sebuah nubuat yang memiliki kedalaman teologis dan historis yang signifikan.
Target utama dari peringatan ini adalah sebuah wilayah geografis yang digambarkan secara puitis: "tanah yang dilambung oleh sayap-sayapnya, yang terletak di seberang sungai-sungai Etiopia." Deskripsi ini seringkali diinterpretasikan merujuk pada Mesir, sebuah kekaisaran kuno yang kuat dan penting di dunia saat itu. Sungai Nil, yang menjadi urat nadi kehidupan Mesir, mengalir dari wilayah yang dikenal sebagai Etiopia (atau Kush, yang secara geografis dapat mencakup daerah di selatan Mesir). "Sayap-sayapnya" mungkin merujuk pada armada kapal atau bahkan pengaruh dan kekuasaannya yang membentang luas.
Mengapa bangsa ini menjadi sasaran nubuat penghakiman? Kitab Yesaya secara konsisten mengkritik bangsa-bangsa yang mengandalkan kekuatan duniawi, bersekutu secara licik, atau menindas umat Tuhan. Dalam konteks sejarahnya, Mesir seringkali menjadi kekuatan regional yang mencoba memengaruhi Kerajaan Yehuda, terkadang melalui aliansi yang rapuh atau bahkan dengan mengancam kemerdekaan mereka. Yesaya, melalui penglihatan ini, menegaskan bahwa Allah Israel adalah penguasa tertinggi atas segala bangsa. Kekuatan Mesir, sekuat apapun kelihatannya, tetap berada di bawah kendali ilahi dan bisa saja menjadi subjek penghakiman jika bertindak melawan kehendak-Nya atau menyombongkan diri.
Pesan dalam Yesaya 18:1 bukan hanya tentang Mesir. Ini adalah pengingat abadi bahwa setiap bangsa, termasuk yang paling kuat dan berpengaruh, bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Keadilan ilahi tidak terbatas pada satu bangsa atau wilayah saja. Penggunaan istilah "celakalah" menunjukkan bahwa ada konsekuensi bagi kesombongan, kezaliman, dan penolakan terhadap kedaulatan Tuhan. Nubuat ini juga dapat dilihat sebagai peringatan untuk Yehuda sendiri, agar tidak terlalu bergantung pada kekuatan asing seperti Mesir untuk keselamatan mereka, melainkan untuk menaruh kepercayaan mereka sepenuhnya kepada Tuhan.
Lebih jauh, ayat ini dapat diinterpretasikan sebagai awal dari sebuah pesannya yang lebih besar mengenai campur tangan Allah dalam urusan dunia. Tuhan tidak acuh tak acuh terhadap kekacauan dan ketidakadilan yang terjadi di antara bangsa-bangsa. Ia adalah Tuhan yang aktif, yang menegakkan keadilan-Nya bahkan melalui kekuatan-kekuatan yang mungkin tampak independen dari-Nya. Penglihatan ini mungkin dipicu oleh ambisi Mesir untuk memperluas pengaruhnya, yang oleh Yesaya dilihat sebagai potensi ancaman terhadap tatanan yang dikehendaki Tuhan, atau sebagai upaya untuk melawan rencana ilahi bagi umat-Nya.
Dengan demikian, Yesaya 18:1 adalah jendela yang membuka pandangan kepada sifat Tuhan yang berdaulat atas segala sesuatu, serta peringatan-Nya terhadap kekuatan duniawi yang sombong. Ini mengingatkan kita bahwa di balik dinamika politik dan militer antar bangsa, ada kehendak ilahi yang lebih besar yang pada akhirnya akan ditegakkan.