Ayat Yesaya 21:3 merupakan bagian dari nubuatan yang disampaikan oleh Nabi Yesaya mengenai kehancuran kota Babylon. Kata-kata yang digunakan dalam ayat ini sangat kuat dan penuh gambaran emosional, menggambarkan penderitaan yang luar biasa yang akan dialami oleh kota tersebut. Perbandingan dengan "kesakitan perempuan yang melahirkan" menunjukkan betapa hebatnya goncangan dan penderitaan yang akan menghampiri Babylon. Ini bukanlah sekadar kekalahan militer biasa, melainkan sebuah peristiwa yang akan mengguncang fondasi eksistensi kota itu sendiri.
Secara historis, Babylon merupakan salah satu kota terbesar dan terkuat di zamannya. Ia adalah pusat kekuasaan politik, ekonomi, dan budaya yang megah, dikenal dengan taman gantungnya yang indah dan tembok pertahanannya yang kokoh. Namun, nubuatan ini menandakan bahwa bahkan kekuatan dan kemegahan semacam itu tidak akan abadi. Kedatangan bangsa Media dan Persia di bawah pimpinan Koresh Agung pada tahun 539 SM menjadi titik balik kehancuran Babylon, sebuah peristiwa yang digambarkan dalam Kitab Suci sebagai pemenuhan dari banyak nubuatan para nabi.
Gambaran "pinggangku sakit penuh kesakitan" dan "kesakitan yang dahsyat meremukkan aku" tidak hanya menyiratkan rasa sakit fisik, tetapi juga penderitaan mendalam yang melanda seluruh penduduknya. Ini bisa diartikan sebagai ketakutan, kepanikan, dan keputusasaan yang luar biasa saat musuh menyerbu dan menguasai kota. Penggunaan metafora persalinan menekankan intensitas rasa sakit, serta keharusan dari peristiwa tersebut; seperti kelahiran yang tak terhindarkan, demikian pula kehancuran Babylon adalah suatu keniscayaan yang telah ditentukan.
Nubuatan ini memiliki makna teologis yang penting. Ia mengajarkan bahwa tidak ada kekuatan manusiawi, sekokoh dan semegah apapun, yang dapat berdiri melawan kedaulatan Allah. Kota yang sombong dan menindas seperti Babylon, yang pada masa lalu telah menjadi alat Allah untuk menghukum umat-Nya sendiri, pada akhirnya akan menghadapi penghakiman ilahi atas dosa-dosanya. Ayat ini mengingatkan bahwa keadilan Allah akan berlaku, dan bahwa keangkuhan serta penindasan akan selalu menemui akhirnya.
Lebih dari sekadar peristiwa sejarah, Yesaya 21:3 dapat dipahami sebagai gambaran akan realitas dosa dan akibatnya. Setiap sistem, pemerintahan, atau individu yang mengabaikan kebenaran dan keadilan Ilahi pada akhirnya akan merasakan dampak dari tindakan mereka. Rasa sakit dan kehancuran yang digambarkan dalam ayat ini bisa menjadi refleksi dari penderitaan yang disebabkan oleh kejahatan dan ketidakadilan di dunia. Namun, di balik gambaran kehancuran itu, juga tersirat harapan akan pemulihan dan keadilan yang lebih besar, sebagaimana yang seringkali terkandung dalam pesan kenabian.