Ayat pembuka dari pasal 22 Kitab Yesaya ini adalah sebuah seruan retoris yang penuh makna. Melalui pertanyaan ini, nabi Yesaya menggambarkan kegelisahan dan kebingungan yang melanda penduduk Yerusalem. Teks ini membuka lembaran penting yang berisi nubuat tentang hukuman dan pemulihan yang akan datang atas kota suci ini. Ayat "Apakah yang telah menjadi atasmu, sehingga seluruh pendudukmu naik ke atas atap-atap?" bukanlah sekadar pertanyaan biasa, melainkan sebuah gambaran dramatis tentang kondisi psikologis dan sosial kota yang sedang menghadapi ancaman atau kekacauan.
Secara harfiah, naik ke atas atap dapat diartikan sebagai upaya untuk mencari pandangan yang lebih luas, mengamati pergerakan musuh yang mendekat, atau bahkan sebagai ekspresi keputusasaan dan kesedihan yang mendalam. Dalam konteks historis, Yerusalem seringkali menjadi pusat perhatian dan sasaran serangan dari berbagai kerajaan di sekitarnya. Nubuat-nubuat dalam Kitab Yesaya seringkali merujuk pada ancaman dari Asyur, Babel, dan kekuatan lainnya yang mengintai bangsa Israel. Ayat ini seolah-olah menangkap momen tegang ketika penduduk kota merasa rentan dan mencari perlindungan atau jawaban dari atas.
Lebih dalam lagi, ayat ini dapat dipahami sebagai refleksi atas konsekuensi dari kesombongan, ketidaktaatan, dan penolakan terhadap peringatan Tuhan yang seringkali disampaikan melalui para nabi-Nya. Yerusalem, sebagai kota yang dipilih Tuhan, seharusnya menjadi contoh ketaatan dan kebenaran. Namun, seringkali kota ini jatuh ke dalam dosa, penyembahan berhala, dan ketidakadilan. Perilaku yang digambarkan dalam ayat ini bisa jadi merupakan puncak dari kesadaran akan kesalahan mereka, atau justru kepanikan yang timbul akibat kesombongan yang akhirnya membawa mereka pada kehancuran.
Pasal 22 selanjutnya mengungkapkan bahwa kondisi ini disebabkan oleh kegagalan para pemimpin dan penduduk dalam menjaga integritas dan ketaatan mereka kepada Tuhan. Mereka lebih mengutamakan keamanan duniawi daripada ketergantungan pada Tuhan. Kesenangan dan pesta pora mungkin telah menguasai mereka, membuat mereka terlena dan tidak siap menghadapi hukuman yang telah diperingatkan. Pertanyaan retoris ini menjadi teguran keras, menyadarkan mereka akan kerapuhan posisi mereka dan perlunya kembali kepada Tuhan.
Meskipun berakar pada konteks historis bangsa Israel, pesan dalam Yesaya 22:1 memiliki relevansi yang universal. Ayat ini mengingatkan setiap individu dan komunitas tentang pentingnya kewaspadaan spiritual dan ketaatan yang teguh kepada Tuhan. Kapan pun kita merasa gelisah, cemas, atau menghadapi kesulitan yang tak terduga, pertanyaannya adalah, apa yang telah kita lakukan? Apakah kita telah mengabaikan panggilan Tuhan? Apakah kita telah hidup dalam kesombongan atau ketidakpedulian?
Konteks ayat ini juga menekankan bahwa Tuhan tidak hanya menghukum, tetapi juga memberikan kesempatan untuk bertobat. Peringatan-peringatan-Nya seringkali disertai dengan tawaran pemulihan bagi mereka yang mau berbalik. Ayat ini, meskipun terdengar menakutkan, sesungguhnya adalah sebuah undangan untuk merenung, mengakui kesalahan, dan mencari pertolongan dari Sang Pencipta. Ketergantungan pada kekuatan diri sendiri atau duniawi pada akhirnya akan membawa pada kehancuran, sementara penyerahan diri kepada Tuhan akan memberikan kedamaian dan kemenangan yang sejati.