"Sebab itu TUHAN berfirman: "Oleh karena berdekatan mereka datang kepada-Ku dengan mulut mereka dan memuliakan Aku dengan bibir mereka, tetapi hati mereka menjauh daripada-Ku, dan ibadah mereka kepada-Ku hanyalah khayalan yang diajarkan oleh manusia,
Ayat Yesaya 29:22 dari Kitab Suci menyoroti sebuah realitas spiritual yang fundamental: adanya jurang pemisah antara pengakuan lahiriah dan ketulusan hati. Nabi Yesaya, melalui firman yang diilhamkan oleh Tuhan, sedang menyampaikan teguran yang tegas kepada umat-Nya yang praktik keagamaan mereka telah kehilangan esensi sejati.
Tuhan menyatakan bahwa meskipun mereka mendekat kepada-Nya dengan kata-kata pujian dan pengakuan iman, hati mereka sebenarnya jauh. Inilah inti dari masalah yang diangkat oleh ayat ini. Ibadah yang hanya berwujud ritualistik, ucapan manis di bibir, tanpa adanya keselarasan dengan keadaan hati, pada akhirnya tidak memiliki nilai di hadapan Tuhan. Lebih dari itu, dikatakan bahwa ibadah semacam itu hanyalah "khayalan yang diajarkan oleh manusia". Ini menunjukkan bahwa praktik keagamaan mereka telah disesuaikan dengan tradisi, kebiasaan, atau bahkan doktrin buatan manusia, bukannya bersumber dari kebenaran ilahi yang murni dan pengenalan yang tulus kepada Tuhan.
Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini mengingatkan kita akan pentingnya kesatuan antara apa yang kita akui dan apa yang kita rasakan serta lakukan. Tuhan tidak hanya melihat pada persembahan lahiriah atau ungkapan liturgis semata. Mata Tuhan menembus jauh ke dalam relung hati, menguji motivasi, ketulusan, dan kesetiaan kita. Ketika hati kita tidak berada pada tempatnya, ketika kita hanya menggunakan bibir kita untuk memuliakan Tuhan sementara hati kita dipenuhi dengan ambisi duniawi, kebencian, atau ketidakpedulian, maka seluruh ibadah kita menjadi hampa dan tidak bermakna.
Kebenaran yang disampaikan dalam Yesaya 29:22 adalah panggilan untuk kembali kepada kesederhanaan dan ketulusan dalam relasi kita dengan Tuhan. Ini adalah ajakan untuk memurnikan hati kita, agar pengakuan iman yang kita lontarkan benar-benar mencerminkan isi hati kita. Ibadah yang sejati adalah ibadah yang dilakukan dengan roh dan kebenaran, di mana hati kita terikat pada Tuhan, dan tindakan kita selaras dengan firman-Nya. Ketika hati kita jujur dan terbuka di hadapan Tuhan, maka setiap ungkapan pujian, doa, dan penyembahan akan memiliki makna ilahi yang mendalam, membawa perubahan dalam diri kita dan memuliakan nama-Nya.