11 Lalu berkatalah Eliakim, Sebna dan Yoah kepada panglima itu: "Baiklah berbicara kepada hamba-hambamu dalam bahasa Aram, sebab kami mengerti. Janganlah berbicara kepada kami dalam bahasa Yudea, kalau didengar rakyat yang ada di atas tembok ini."
Dalam kancah sejarah yang seringkali penuh dengan konfrontasi dan retorika yang mengintimidasi, firman Tuhan dalam Yesaya 36:11 menawarkan sebuah perspektif yang menarik tentang bagaimana kebijaksanaan dan strategi komunikasi dapat memengaruhi hasil sebuah pertemuan yang krusial. Ayat ini menceritakan momen ketika utusan Raja Asyur, yang membawa pesan ancaman dan penaklukan, berhadapan dengan para pejabat Kerajaan Yehuda. Dalam situasi yang genting ini, para pejabat Yehuda, yang diwakili oleh Eliakim, Sebna, dan Yoah, mengambil sikap yang patut dicontoh.
Ketika panglima Asyur mulai berbicara dalam bahasa Yudea, bahasa yang dapat dipahami oleh seluruh rakyat yang mendengarkan dari atas tembok Yerusalem, para pejabat Yehuda menyadari potensi bahaya yang lebih besar. Pesan ancaman tersebut, jika disampaikan dalam bahasa yang umum didengar, dapat menimbulkan kepanikan, ketakutan, dan mungkin pemberontakan yang tidak terkendali di tengah masyarakat. Lebih jauh lagi, penyampaian pesan dalam bahasa yang dapat diakses oleh semua orang bisa jadi merupakan strategi licik untuk memprovokasi massa atau sekadar menunjukkan dominasi yang absolut.
Menyadari hal ini, Eliakim dan rekan-rekannya mengajukan sebuah permohonan yang bijaksana. Mereka meminta agar komunikasi dilakukan dalam bahasa Aram, bahasa diplomatik yang umum digunakan pada masa itu di kalangan para pemimpin dan pejabat, dan yang tidak dipahami oleh mayoritas rakyat biasa. Permohonan ini bukanlah tanda ketakutan yang membabi buta, melainkan sebuah tindakan strategis untuk menjaga ketenangan dan kewaspadaan di kalangan penduduk Yerusalem. Dengan membatasi bahasa komunikasi kepada para pejabat, mereka berusaha mengendalikan informasi, mencegah penyebaran kepanikan dini, dan memungkinkan diskusi yang lebih tenang dan terukur di tingkat pimpinan.
Pelajaran penting yang bisa kita tarik dari Yesaya 36:11 adalah mengenai pentingnya komunikasi yang strategis, terutama dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan. Bijaksana untuk memahami audiens kita dan bagaimana pesan kita akan diterima. Terkadang, pendekatan yang tenang dan terukur, serta pemilihan kata dan bahasa yang tepat, dapat mencegah eskalasi masalah yang tidak perlu. Ayat ini mengingatkan kita bahwa keberanian tidak selalu berarti konfrontasi langsung, tetapi juga kemampuan untuk berpikir jernih, menganalisis situasi, dan bertindak dengan cara yang paling efektif untuk mencapai kedamaian dan kebaikan. Dengan meminta dialog dalam bahasa Aram, para pejabat Yehuda menunjukkan kematangan dan pemahaman tentang dampak psikologis dari bahasa dan penyampaian informasi, sebuah prinsip yang tetap relevan hingga kini.