Yesaya 37:14

"Dan Hizkia menerima surat dari tangan para utusan itu, lalu membacanya; kemudian ia naik ke rumah TUHAN dan membentangkannya di hadapan TUHAN."
Yesaya 37:14 - Doa Pengharapan di Tengah Ancaman

Kisah dalam Yesaya 37 merupakan sebuah narasi dramatis tentang iman dan ketahanan dalam menghadapi ancaman yang mengerikan. Raja Hizkia, penguasa Yehuda, berada dalam situasi genting. Kerajaan Asyur, di bawah kepemimpinan Sanherib yang kejam, telah menguasai banyak kota dan kini mengarahkan pasukannya yang perkasa ke Yerusalem. Pesan yang disampaikan oleh para utusan Sanherib bukanlah undangan damai, melainkan ancaman tanpa ampun, merendahkan Tuhan sendiri dan meragukan kemampuan-Nya untuk melindungi umat-Nya. Dalam situasi seperti inilah, ayat Yesaya 37:14 menjadi titik krusial, sebuah gambaran tindakan yang penuh makna dari seorang pemimpin yang menyadari batas kekuatannya dan mengalihkan pandangannya kepada sumber kekuatan yang sesungguhnya.

Ayat ini mencatat tindakan Hizkia ketika menerima surat ancaman tersebut: "Dan Hizkia menerima surat dari tangan para utusan itu, lalu membacanya; kemudian ia naik ke rumah TUHAN dan membentangkannya di hadapan TUHAN." Ada beberapa elemen penting dalam tindakan ini. Pertama, Hizkia tidak mengabaikan ancaman tersebut. Ia membacanya, menghadapi realitas yang ada, betapapun menakutkannya. Ini menunjukkan kesadaran akan situasi, bukan penyangkalan. Namun, yang lebih penting adalah apa yang ia lakukan selanjutnya. Ia tidak mencari solusi politik atau militer semata. Sebaliknya, ia membawa surat ancaman itu, simbol dari segala ketakutan dan keputusasaan, langsung ke hadapan Tuhan.

Tindakan "membentangkannya di hadapan TUHAN" adalah sebuah metafora yang kuat. Ini bukanlah sekadar menyerahkan surat fisik, melainkan menyajikan seluruh masalah, seluruh ketakutan, seluruh ancaman, dan bahkan penghinaan terhadap Tuhan, langsung kepada hadirat-Nya. Hizkia, sebagai raja, memiliki tanggung jawab besar atas bangsanya. Ia mungkin merasa beban itu sangat berat, di luar kemampuannya. Dalam keputusasaan manusiawi, namun dengan keyakinan ilahi, ia membawa "surat" kekhawatiran itu ke hadapan Sang Pencipta langit dan bumi. Ini adalah sebuah ekspresi doa yang mendalam, pengakuan akan kedaulatan Tuhan atas segala kekuatan duniawi, termasuk kekuatan militer Asyur.

Dalam konteks modern, kita pun seringkali dihadapkan pada "surat-surat" ancaman atau tantangan dalam hidup kita. Mungkin itu adalah masalah keuangan, kesehatan, hubungan, atau ketidakpastian masa depan. Tindakan Hizkia menjadi teladan yang menginspirasi. Ia mengajarkan kita bahwa di tengah badai kehidupan, langkah pertama yang paling bijak bukanlah panik atau menyerah, melainkan membawa seluruh pergumulan kita kepada Tuhan. "Membentangkan" masalah kita di hadapan Tuhan berarti mengakui bahwa kita tidak mampu mengatasinya sendirian, dan kita mempercayakan sepenuhnya kepada kuasa dan hikmat-Nya.

Kisah selanjutnya dalam Yesaya 37 menunjukkan bagaimana Tuhan merespons doa Hizkia. Tuhan mengutus Nabi Yesaya untuk menyampaikan firman-Nya yang penuh kuasa, meyakinkan Hizkia bahwa ancaman Sanherib tidak akan berhasil. Tuhan berjanji akan mengintervensi secara ajaib. Ini adalah pengingat bahwa ketika kita membentangkan masalah kita di hadapan Tuhan, kita tidak hanya sedang berdoa, tetapi juga sedang menempatkan diri dalam posisi di mana Tuhan dapat bekerja dengan cara-Nya yang luar biasa. Keberanian Hizkia untuk membawa surat ancaman itu ke hadapan Tuhan adalah tindakan iman yang membuahkan keselamatan dan kemenangan.

Iman Bertumbuh

Simbol pertumbuhan iman dan pengharapan.