Yohanes 11:8

"Kata murid-murid itu kepada-Nya: 'Rabi, baru-baru ini orang Yahudi mau melempari Engkau, masih beranikah Engkau kembali ke sana?'"

Ayat Yohanes 11:8 mencatat sebuah momen krusial dalam perjalanan Yesus Kristus. Murid-murid-Nya menyampaikan kekhawatiran yang sangat beralasan. Mereka mengingatkan Yesus tentang insiden baru-baru ini di mana orang-orang Yahudi di Yerusalem berusaha untuk merajam-Nya. Frasa "mau melempari Engkau" menunjukkan sebuah ancaman serius, sebuah niat yang jelas untuk mengakhiri hidup-Nya melalui cara yang brutal dan menghakimi.

Dalam konteks ini, para murid mengajukan pertanyaan yang mencerminkan ketakutan dan kebingungan mereka: "masih beranikah Engkau kembali ke sana?". Pertanyaan ini bukan sekadar rasa ingin tahu, melainkan sebuah seruan akan keselamatan dan keprihatinan mendalam terhadap keselamatan guru mereka. Mereka melihat potensi bahaya yang sangat nyata dan tidak memahami mengapa Yesus bersikeras untuk kembali ke wilayah yang penuh permusuhan, terutama ke Yudea, di mana kematian adalah ancaman yang paling mungkin.

Namun, respons Yesus terhadap kekhawatiran ini seringkali tidak langsung terlihat oleh mata manusia yang terbatas. Kisah yang mengikuti ayat ini adalah tentang kebangkitan Lazarus. Yesus tahu bahwa di sana, di Betania, sesuatu yang luar biasa akan terjadi. Kembalinya Dia ke Yudea, meskipun berisiko, bukanlah tindakan gegabah, melainkan sebuah bagian dari rencana ilahi yang lebih besar. Ini adalah sebuah demonstrasi iman yang luar biasa, sebuah bukti bahwa kehendak Allah dan tujuan-Nya jauh melampaui pertimbangan manusiawi tentang keselamatan fisik.

Yohanes 11:8 mengajarkan kita tentang keberanian yang bersumber dari iman. Murid-murid melihat bahaya, tetapi Yesus melihat kesempatan. Kesempatan untuk menunjukkan kuasa-Nya atas kematian, untuk menguatkan iman para pengikut-Nya, dan untuk memuliakan Bapa. Peristiwa ini menjadi salah satu mukjizat terbesar yang dicatat dalam Injil Yohanes, yang secara langsung mengarah pada keputusan Sanhedrin untuk membunuh Yesus, karena mereka takut bahwa semua orang akan percaya kepada-Nya.

Bagi kita, ayat ini menjadi pengingat bahwa kadang-kadang, jalan iman membawa kita melalui situasi yang tampaknya berbahaya atau tidak masuk akal. Ketakutan manusiawi wajar, namun iman sejati adalah kemampuan untuk melangkah maju, bahkan ketika kita tidak sepenuhnya memahami jalan di depan, karena kita percaya pada pemeliharaan dan tujuan ilahi. Pengalaman para murid, yang awalnya dipenuhi keraguan dan ketakutan, akhirnya berubah menjadi kekaguman dan penguatan iman ketika mereka menyaksikan kuasa Yesus yang tak tertandingi. Ini adalah kisah tentang bagaimana keberanian ilahi dapat mengubah ketakutan manusia menjadi kesaksian yang abadi.