Jawab mereka kepadanya: "Engkau lahir benar-benar dalam dosamu dan engkau mengajar kami?" Lalu mereka mengusirnya.
Kisah dalam Injil Yohanes pasal 9 menceritakan tentang seorang pria yang lahir buta dan disembuhkan oleh Yesus. Pengalaman luar biasa ini tidak hanya membawa kesembuhan fisik baginya, tetapi juga membuka matanya terhadap kebenaran ilahi. Namun, ketika ia berani bersaksi tentang siapa Yesus sebenarnya, ia justru menghadapi penolakan yang keras dari para pemimpin agama dan bahkan keluarganya. Ayat Yohanes 9:34 mencatat respons pahit mereka terhadap kesaksiannya: "Engkau lahir benar-benar dalam dosamu dan engkau mengajar kami?" Kalimat ini mengandung dua elemen penting: tuduhan bahwa kebutaan dan keberadaannya adalah akibat dosa lahiriah, dan kemarahan karena ia, yang dianggap hina, berani memberi pelajaran.
Reaksi ini menunjukkan bagaimana prasangka dan ketidakmauan untuk menerima kebenaran dapat membutakan hati manusia, meskipun mereka secara fisik dapat melihat. Pria yang disembuhkan itu, meskipun sebelumnya tidak dapat melihat apa pun, kini memiliki pandangan yang lebih jelas tentang identitas Yesus daripada mereka yang dianggap berpengetahuan rohani. Ia melihat Yesus sebagai seorang nabi, bahkan sebagai Anak Allah. Pengalaman imannya yang mendalam, yang dimulai dari kesembuhan fisik, membawanya pada pengenalan yang lebih dalam. Namun, alih-alih dihargai, ia malah dicemooh dan diusir.
Frasa "Lalu mereka mengusirnya" bukan sekadar akhir dari sebuah percakapan, melainkan puncak dari penolakan terhadap kebenaran yang disajikan. Ini adalah gambaran tragis tentang bagaimana individu yang mengalami transformasi rohani dan memiliki keberanian untuk bersaksi seringkali harus menghadapi pengucilan sosial dan penolakan dari komunitas mereka. Yohanes 9:34 mengajarkan kita tentang kontras antara penglihatan fisik dan penglihatan rohani. Kebutaan fisik dapat disembuhkan, tetapi kebutaan rohani yang disebabkan oleh kesombongan dan ketidakpercayaan jauh lebih sulit untuk diatasi.
Kisah ini juga menyoroti kekuatan iman pribadi yang muncul dari pengalaman langsung. Pria itu tidak tersandung oleh kesulitan atau ejekan; ia tetap teguh pada apa yang telah ia lihat dan alami. Pengalaman imannya menjadi kesaksian yang kuat tentang kuasa Yesus. Ia lahir dalam kondisi yang membuatnya menjadi objek belas kasihan, namun ia bangkit menjadi pribadi yang memberikan kesaksian berani. Pengusiran yang ia alami menandai sebuah titik balik, di mana ia mungkin menemukan komunitas baru yang mau menerima dirinya dan kesaksiannya, atau mungkin terus menjadi pengikut Yesus di tengah penolakan. Pelajaran dari Yohanes 9:34 sangat relevan hingga kini, mengingatkan kita untuk tidak mengukur kebenaran berdasarkan status sosial atau pandangan tradisional semata, melainkan pada pengalaman pribadi dengan yang ilahi dan keberanian untuk membagikannya.