"Tetapi jika ada dosa, barulah kamu mencari TUHAN di tanah Kanaan, tempat pusaka nenek moyangmu, dan dengan demikian kamu mendatangkan murka-Nya."
Ayat Yosua 22:19 mengingatkan kita akan sebuah prinsip ilahi yang fundamental: ketaatan kepada Tuhan adalah kunci utama berkat dan pemeliharaan-Nya. Dalam konteks ayat ini, suku-suku Israel yang tinggal di sebelah timur Sungai Yordan sedang menghadapi tuduhan dari suku-suku lain di tanah Kanaan. Mereka dituduh telah melakukan pemberontakan dan ketidaksetiaan kepada Tuhan karena membangun mezbah yang besar di tepi Sungai Yordan.
Yosua, sebagai pemimpin yang bijaksana, bersama para imam dan tua-tua, turun tangan untuk menyelesaikan perselisihan ini. Setelah mendengarkan penjelasan dari suku-suku di timur Yordan, mereka menyadari bahwa mezbah tersebut bukanlah untuk persembahan lain selain sebagai pengingat bagi generasi mendatang bahwa mereka adalah bagian dari umat Tuhan yang dipersatukan di bawah perjanjian-Nya. Penting untuk dicatat bahwa mezbah itu bukan untuk penyembahan ilah lain, melainkan sebagai penanda ketaatan mereka kepada Tuhan Israel.
Namun, dalam pembelaan mereka, para pemimpin suku-suku di timur Yordan menyampaikan sebuah peringatan yang tercatat dalam Yosua 22:19. Mereka menekankan bahwa jika ada dosa yang mereka lakukan—yaitu jika mereka berpaling dari Tuhan dan menyembah ilah lain—maka mereka tidak akan memiliki klaim atas berkat dan perlindungan Tuhan di tanah Kanaan. Dosa, menurut firman ini, akan memisahkan mereka dari hadirat Tuhan dan mendatangkan murka-Nya. Hal ini menggarisbawahi bahwa hubungan Israel dengan Tuhan didasarkan pada perjanjian yang mengikat kedua belah pihak. Tuhan berjanji untuk memberkati mereka dan menjaga mereka selama mereka taat, namun konsekuensi dari ketidaktaatan adalah murka dan pemisahan.
Pesan dari Yosua 22:19 relevan hingga saat ini. Dalam kehidupan pribadi dan komunal kita, ketaatan kepada ajaran Tuhan adalah fondasi dari hubungan yang sehat dengan Sang Pencipta. Ketika kita memilih untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya, mengikuti perintah-Nya, dan menjauhi dosa, kita membuka diri terhadap aliran berkat, kedamaian, dan bimbingan-Nya. Sebaliknya, ketika dosa menguasai hidup kita, kita secara efektif membangun tembok pemisah antara diri kita dan Tuhan. Hal ini tidak berarti Tuhan berhenti mengasihi, tetapi murka-Nya adalah reaksi yang adil terhadap dosa yang merusak hubungan yang telah Dia bangun dengan kita.
Dosa dalam segala bentuknya—baik kesombongan, ketidakjujuran, kekerasan hati, maupun penyembahan berhala modern seperti harta benda atau ambisi pribadi yang mengalahkan Tuhan—akan selalu membawa konsekuensi. Konsekuensi tersebut bisa berupa kegelisahan batin, kehancuran hubungan, kegagalan dalam usaha, dan yang terpenting, rasa terpisah dari sumber kehidupan dan berkat itu sendiri. Ayat ini bukan sekadar peringatan kosong, melainkan sebuah pengingat yang penuh kasih tentang pentingnya menjaga hati dan langkah kita tetap lurus di hadapan Tuhan. Dengan memelihara ketaatan, kita tidak hanya menghindari murka-Nya, tetapi juga membuka pintu lebar-lebar bagi berkat-Nya yang melimpah dalam setiap aspek kehidupan kita.