Ayat Yosua 24:21 merupakan momen krusial dalam sejarah bangsa Israel. Setelah memimpin mereka memasuki Tanah Perjanjian dan mengalahkan banyak musuh, Yosua, sang pemimpin pengganti Musa, mengumpulkan seluruh bangsa di Sikhem. Tujuannya jelas: untuk mengukuhkan kembali perjanjian mereka dengan Tuhan dan memastikan kesetiaan mereka hanya kepada-Nya. Kata-kata Yosua, "Janganlah kamu berbuat seperti itu; kamulah saksi terhadap dirimu sendiri bahwa kamu telah memilih TUHAN untuk melayani Dia," bukanlah sekadar nasihat biasa, melainkan sebuah pengingat tegas tentang konsekuensi dari pilihan hidup.
Menghadapi Dilema Spiritual
Sebelum mengucapkan ayat tersebut, Yosua mengingatkan bangsa Israel tentang tindakan leluhur mereka di seberang Sungai Efrat dan di Mesir, serta bagaimana Tuhan telah menunjukkan kuasa-Nya untuk membebaskan mereka. Ia juga menyajikan berbagai alternatif "allah" yang mungkin menarik perhatian bangsa Israel, termasuk dewa-dewa Kanaan yang disembah oleh penduduk asli tanah itu. Dalam konteks inilah, Yosua mengajukan pertanyaan pilihan yang mendalam: "Tetapi jika kamu pikir tidak baik berbakti kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini siapa yang akan kamu dapat... Siapa yang akan kamu baktikan?"
Ini adalah gambaran tentang bagaimana manusia seringkali dihadapkan pada persimpangan jalan spiritual. Godaan untuk beralih ke hal-hal yang lebih mudah, lebih populer, atau lebih sesuai dengan keinginan daging bisa sangat kuat. Bangsa Israel, yang baru saja mengalami kelepasan luar biasa dari perbudakan, kini berdiri di tanah yang penuh dengan budaya dan praktik keagamaan yang berbeda. Tantangan terbesar mereka bukanlah lagi musuh fisik, melainkan musuh batiniah: godaan untuk berkompromi dengan iman.
Implikasi dari Pilihan
Yosua 24:21 menegaskan bahwa memilih Tuhan bukanlah sekadar tindakan pasif, melainkan sebuah deklarasi aktif dan komitmen yang harus diakui oleh diri sendiri. "Kamulah saksi terhadap dirimu sendiri" berarti tidak ada alasan untuk mengelak dari tanggung jawab pilihan ini. Tuhan adalah pribadi yang memiliki kehendak, dan Dia menginginkan sebuah hubungan yang didasarkan pada pilihan sadar dan setia. Pelayanan kepada Tuhan bukan hanya tentang ritual keagamaan, tetapi tentang seluruh aspek kehidupan yang diarahkan untuk menghormati dan menyenangkan-Nya.
Di sisi lain, memilih untuk tidak melayani Tuhan, atau memilih "allah" lain (yang bisa melambangkan prioritas duniawi, kesenangan sesaat, atau ideologi yang bertentangan dengan kebenaran ilahi), juga merupakan sebuah pilihan dengan konsekuensi. Yosua sendiri kemudian menutup pernyataannya dengan tegas: "Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan berbakti kepada TUHAN." Pernyataan ini menunjukkan keberanian dan keyakinan pribadi untuk tetap teguh pada pilihan melayani Tuhan, meskipun ada pilihan lain di sekelilingnya.
Relevansi Masa Kini
Kisah Yosua 24:21 tetap sangat relevan bagi kita saat ini. Di tengah hiruk pikuk dunia modern, berbagai macam tawaran dan prioritas bersaing untuk mendapatkan perhatian dan kesetiaan kita. Media sosial, karier, materi, kesenangan pribadi – semuanya bisa menjadi "allah" yang menggoda untuk kita layani. Ayat ini mengajak kita untuk secara sadar memeriksa hati kita: siapa atau apa yang sebenarnya kita pilih untuk dilayani? Apakah hidup kita benar-benar mencerminkan kesetiaan kita kepada Tuhan?
Memilih Tuhan berarti mengarahkan seluruh hidup kita kepada-Nya, mengakui kedaulatan-Nya, dan berusaha untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Ini adalah pilihan yang membutuhkan komitmen berkelanjutan, bukan hanya diucapkan, tetapi dijalani. Seperti Yosua, kita dipanggil untuk menjadi saksi bagi pilihan kita, menunjukkan kepada dunia bahwa melayani Tuhan adalah pilihan terbaik, yang membawa kepenuhan, makna, dan berkat sejati. Marilah kita, seperti Yosua, menegaskan dengan berani: "Kami akan berbakti kepada TUHAN."