"Kemudian raja Daud bangkit berdiri, lalu berkata: "Dengarlah, hai saudara-saudaraku dan umatku! Aku bermaksud membangun sebuah rumah untuk kediaman tabut perjanjian TUHAN dan sebagai tumpuan kaki Allah kita, dan aku telah menyediakan bahan-bahan untuk pembangunannya."
Ilustrasi abstrak yang menunjukkan bentuk-bentuk geometris sederhana melambangkan pondasi dan keinginan untuk membangun, menggunakan warna-warna cerah yang harmonis.
Ayat 1 Tawarikh 28:2 mencatat momen penting dalam sejarah Israel, di mana Raja Daud mengungkapkan keinginannya yang mendalam untuk membangun sebuah rumah bagi tabut perjanjian TUHAN. Lebih dari sekadar bangunan fisik, keinginan ini adalah ekspresi dari hati yang dipenuhi oleh kesadaran akan kehadiran Allah dan kerinduan untuk memberikan tempat yang layak bagi-Nya di tengah umat-Nya. Kata-kata Daud ini bukan hanya sebuah pernyataan proyek, tetapi sebuah pengakuan iman yang mendalam. Ia berdiri di hadapan bangsanya, menyatukan mereka dalam visi spiritual yang mulia.
Fokus Daud pada "tabut perjanjian TUHAN" menunjukkan bahwa inti dari pembangunan ini adalah untuk menghormati dan menguduskan kehadiran Allah. Tabut perjanjian adalah simbol terpenting dari persekutuan antara Allah dan umat-Nya, dan Daud ingin memberikan tempat yang permanen dan terhormat untuknya. Ini adalah cerminan dari prioritas spiritualnya. Di tengah segala kesibukan kerajaan dan urusan pemerintahan, Daud tidak pernah melupakan perkara rohani yang paling esensial.
Menariknya, Daud tidak hanya mengungkapkan niatnya, tetapi juga menyebutkan bahwa ia telah "menyediakan bahan-bahan untuk pembangunannya." Ini menunjukkan bahwa kerinduan spiritual Daud didukung oleh tindakan nyata dan persiapan yang matang. Ia telah memikirkan secara detail apa yang dibutuhkan untuk mewujudkan visinya. Persiapan ini meliputi pengumpulan materi dan mungkin juga perencanaan awal. Ini mengajarkan kita bahwa iman yang sejati tidak hanya berhenti pada keinginan atau doa, tetapi juga memerlukan tindakan nyata dan kesungguhan dalam mempersiapkan diri untuk melayani Tuhan.
Keinginan Daud ini juga menjadi dasar bagi pembangunan Bait Suci oleh putranya, Salomo. Meskipun Daud tidak diizinkan membangunnya sendiri karena keterlibatannya dalam peperangan, visinya menjadi fondasi bagi karya Salomo. Ini menunjukkan bagaimana tindakan iman dan persiapan yang tulus dapat memiliki dampak jangka panjang, bahkan melampaui kehidupan kita sendiri. Hati yang siap melayani Tuhan akan selalu menemukan cara untuk berkontribusi pada pekerjaan-Nya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Konteks dari ayat ini adalah ucapan Daud kepada orang-orang Israel setelah ia telah diizinkan membangun Yerusalem dan mengumpulkan banyak kekayaan. Di tengah keberhasilan dan kemakmurannya, Daud tidak menjadi sombong, melainkan hatinya justru dipenuhi kerinduan untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Ini adalah teladan hati yang bersyukur dan rendah hati. Ketika kita menerima banyak berkat, respons yang paling tepat adalah keinginan untuk mengembalikan kemuliaan kepada Pemberi berkat, yaitu Tuhan.
1 Tawarikh 28:2 mengingatkan kita bahwa prioritas kita haruslah hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan dan kekerajaan-Nya. Membangun rumah bagi tabut perjanjian adalah metafora untuk membangun kehidupan spiritual kita sendiri, kehidupan komunitas iman kita, dan memberikan tempat terhormat bagi kehadiran Tuhan dalam segala aspek kehidupan kita. Dengan hati yang penuh iman dan persiapan yang tulus, kita dapat turut serta dalam rencana Tuhan yang besar.