"Allah yang mahatinggi, Engkau adalah Tuhan kami, dan Engkaulah yang membuat semua benda ada. Di tangan-Mulah semua kekayaan dan kemakmuran."
Simbol kemakmuran dan pemberian yang tulus.
Pasal 1 Tawarikh 29 membawa kita pada momen penting dalam sejarah Israel, yaitu masa akhir pemerintahan Raja Daud dan persiapan pembangunan Bait Allah. Ayat-ayat ini bukan sekadar catatan historis, melainkan pelajaran mendalam tentang nilai ketaatan, kemurahan hati, dan bagaimana komunitas dapat bersatu dalam tujuan yang mulia.
Setelah Daud berhasil mengumpulkan kekayaan yang luar biasa untuk pembangunan Bait Allah, ia tidak menyimpan sebagian pun untuk dirinya sendiri. Sebaliknya, ia memanggil seluruh rakyat Israel, para pemimpin suku, para kepala keluarga, dan para pejabat untuk hadir. Ini menunjukkan bahwa proyek sebesar pembangunan Bait Allah bukanlah tugas satu orang, melainkan upaya bersama yang melibatkan seluruh umat. Daud memimpin dengan memberi contoh pribadi, dan ini menjadi inspirasi bagi seluruh bangsa untuk berkontribusi.
Salah satu aspek yang paling menyentuh dalam pasal ini adalah penekanan pada sifat pemberian yang sejati. Daud memulai dengan doa yang penuh kerendahan hati, mengakui bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan dan bahwa mereka hanya mengembalikan apa yang sudah diberikan kepada mereka. Pernyataan, "Allah yang mahatinggi, Engkau adalah Tuhan kami, dan Engkaulah yang membuat semua benda ada. Di tangan-Mulah semua kekayaan dan kemakmuran," menggarisbawahi pemahaman yang benar tentang sumber segala berkat.
Hal ini mengajarkan kita bahwa pemberian yang tulus tidak didorong oleh paksaan atau keinginan untuk pamer, melainkan oleh kesadaran akan kebaikan Tuhan dan keinginan untuk memuliakan nama-Nya. Semangat sukarela terlihat jelas dalam respon rakyat Israel: "Kemudian bersukacitalah para kepala kaum keluarga, para pemimpin suku Israel, para kepala pasukan seribu dan para kepala seratus, serta para pengawas pekerjaan raja." Kegembiraan ini menjadi bukti bahwa hati mereka tergerak oleh Roh Kudus untuk berpartisipasi dalam proyek ilahi ini. Mereka memberikan dengan sukarela dan tulus, bahkan sebagian besar dari kekayaan pribadi mereka.
Doa penutup Daud pada pasal ini juga sangat signifikan. Ia berdoa memohon agar Tuhan senantiasa memberikan hati yang teguh kepada umat-Nya untuk memelihara dan melaksanakan segala ketetapan hukum-hukum-Nya. Ini bukan sekadar doa untuk kelancaran pembangunan fisik, tetapi doa untuk ketekunan rohani. Daud tahu bahwa pembangunan Bait Allah hanya akan bermakna jika hati umatnya tetap setia kepada Tuhan.
Ia juga berdoa agar rakyatnya senantiasa menjaga kesatuan hati dalam persekutuan dengan Tuhan dan hamba-Nya. Ini adalah sebuah visi yang jauh ke depan, melampaui zamannya. Daud melihat pentingnya relasi yang harmonis, baik dengan Tuhan maupun antar sesama, sebagai fondasi yang kokoh bagi kemajuan spiritual bangsa.
Dalam konteks masa kini, prinsip-prinsip dari 1 Tawarikh 29 tetap relevan. Tantangan pembangunan, baik fisik maupun rohani, seringkali membutuhkan kontribusi dari banyak pihak. Komunitas yang bersatu, dipimpin oleh teladan yang baik, dan didorong oleh hati yang tulus untuk memberi, dapat mencapai hal-hal besar. Yang terpenting adalah selalu mengingat bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan, dan pemberian kita adalah wujud syukur serta ketaatan kita kepada-Nya. Doa untuk keteguhan hati dan kesatuan juga merupakan kunci untuk keberlanjutan dan kedamaian dalam setiap usaha yang kita lakukan.