2 Raja-raja 5:22 - Mukjizat Penyembuhan Naaman

"Tetapi kata Elisa: "Sebagai TUHAN yang hidup, yang aku diami ini, sesungguhnya aku tidak akan menerima apa-apa." Sekalipun Naaman mendesaknya untuk menerima, Elisa menolak."

Kisah pertemuan panglima tentara Aram, Naaman, dengan nabi Elisa di Israel adalah salah satu narasi penyembuhan ilahi yang paling terkenal dalam Alkitab. Naaman, seorang pejuang yang gagah perkasa namun menderita penyakit kusta, datang ke Israel dengan harapan besar untuk disembuhkan. Melalui perantaraan seorang hamba perempuan Israel yang ditawan, berita tentang kemampuan Elisa sebagai nabi Allah sampai ke telinga Naaman.

Setelah melalui proses yang cukup dramatis, termasuk keraguan dan kemarahan awal terhadap petunjuk Elisa untuk mencelupkan diri di Sungai Yordan sebanyak tujuh kali, Naaman akhirnya mengikuti perintah tersebut. Dan sungguh, mukjizat terjadi! Kulit Naaman menjadi bersih seperti kulit anak kecil. Pengalaman ini tidak hanya menyembuhkan fisiknya tetapi juga mengubah hatinya, membuatnya beriman kepada TUHAN.

Ilustrasi penyembuhan Naaman di Sungai Yordan

Menariknya, meskipun Naaman telah menerima berkat penyembuhan yang luar biasa dan menyatakan imannya kepada TUHAN, ia kemudian meminta dua muatan tanah dari Israel untuk dibawa pulang. Ia berniat untuk mempersembahkan korban bakaran dan korban sembelihan kepada TUHAN di tanah Israel. Namun, ia juga meminta pengampunan ketika harus menyertai raja Aram masuk ke rumah dewa Rimmon, yang berarti ia akan menopang tangan raja saat raja sedang beribadah kepada dewa itu.

Di sinilah ayat 2 Raja-raja 5:22 menjadi relevan. Ketika Gehazi, hamba Elisa, menyusul Naaman dan berpura-pura atas nama tuannya meminta sejumlah perak dan pakaian, Naaman dengan murah hati memberikannya, bahkan lebih dari yang Gehazi minta. Namun, jawaban Elisa ketika Gehazi kembali adalah penolakan yang tegas: "Sebagai TUHAN yang hidup, yang aku diami ini, sesungguhnya aku tidak akan menerima apa-apa."

Tindakan Elisa yang menolak pemberian Naaman ini menunjukkan integritas dan kemurnian pelayanannya. Elisa tidak mencari keuntungan pribadi dari mukjizat yang dilakukan Allah. Ia adalah saluran kuasa Allah, bukan sumbernya. Ketaatan Naaman adalah kunci kesembuhannya, dan hati yang tulus dalam imannya adalah yang dihargai Allah. Kejadian ini mengajarkan kita bahwa berkat ilahi seharusnya tidak disalahgunakan untuk keuntungan duniawi atau dipertukarkan dengan materi. Pelayanan kepada Allah harus dilakukan dengan hati yang tulus, tanpa pamrih, dan mengutamakan kemuliaan-Nya.

Kisah Naaman, termasuk penolakan Elisa atas pemberiannya, merupakan pengingat yang kuat tentang sifat kasih karunia dan imbalan dari ketaatan yang murni. Ketaatan Naaman kepada Allah yang baru dikenalnya melalui nabi Elisa adalah yang memberinya kesembuhan. Kejujuran dan kemurnian Elisa dalam menolak hadiah menegaskan bahwa mukjizat itu berasal dari Allah semata, bukan dari usaha manusia atau imbalan materi.