Kisah ini terambil dari Kitab 2 Raja-Raja pasal 7, tepatnya pada ayat 10, yang menggambarkan momen dramatis di kota Samaria. Pada masa itu, Samaria sedang dilanda kelaparan yang luar biasa hebat. Tentara Aram mengepung kota tersebut, memutus segala jalur pasokan makanan dan membuat warga Samaria berada di ambang kehancuran. Dalam keputusasaan, banyak orang terpaksa melakukan hal-hal yang mengerikan demi bertahan hidup, termasuk memakan anak-anak mereka sendiri. Situasi ini sungguh mengerikan dan menunjukkan betapa buruknya kondisi mereka.
Namun, di tengah kegelapan dan keputusasaan itu, Allah berkehendak untuk menunjukkan kuasa dan kemurahan-Nya. Ayat 10 ini muncul setelah empat orang penderita kusta yang terpinggirkan dari masyarakat mengambil keputusan berani. Mereka berpikir, jika mereka tetap tinggal di dalam kota, mereka akan mati kelaparan. Jika mereka menyerah kepada musuh, mereka mungkin dibunuh, tetapi jika mereka pergi ke perkemahan musuh, mungkin ada harapan untuk hidup. Dengan tekad bulat, mereka pergi menuju perkemahan tentara Aram.
Apa yang mereka temukan di sana sungguh menakjubkan dan di luar dugaan. Perkemahan yang tadinya dipenuhi oleh ribuan tentara musuh yang menakutkan, kini terlihat sunyi senyap. Tidak ada suara orang, tidak ada aktivitas apa pun. Yang tersisa hanyalah kuda-kuda yang tertambat dan keledai-keledai yang masih terikat, serta kemah-kemah yang masih berdiri. Keadaan ini menunjukkan bahwa tentara Aram telah pergi dengan tergesa-gesa, meninggalkan semua perlengkapan mereka.
Perintah yang diberikan dalam ayat ini adalah agar keempat penderita kusta tersebut melaporkan penemuan mereka kepada para penjaga gerbang kota. Ini adalah langkah penting untuk menyampaikan berita baik ini kepada seluruh penduduk Samaria. Para penjaga gerbang, yang memiliki otoritas dan akses ke seluruh kota, akan menjadi perantara untuk menyebarkan kabar bahwa pengepungan telah berakhir dan ada sumber daya yang melimpah yang ditinggalkan oleh musuh.
Kisah ini mengajarkan kita bahwa Allah seringkali bekerja dengan cara yang tidak terduga. Ketika manusia berada pada titik terendah, ketika segala upaya terasa sia-sia, di situlah kuasa Allah dapat dinyatakan secara luar biasa. Mukjizat di Samaria bukan hanya tentang pembebasan dari pengepungan dan kelaparan, tetapi juga tentang pengingat bahwa iman dan harapan kepada Tuhan dapat membawa solusi di tengah kesulitan terberat sekalipun. Penemuan perkemahan yang ditinggalkan itu menjadi awal dari pemulihan dan kelimpahan bagi seluruh kota.