Kisah raja Salomo, putra Daud, adalah salah satu narasi yang paling inspiratif dalam Alkitab. Di awal masa pemerintahannya, Salomo dihadapkan pada tanggung jawab yang luar biasa: memimpin bangsa Israel dan melanjutkan warisan ayahnya. Namun, alih-alih meminta kekayaan atau kekuasaan semata, Salomo menunjukkan kerendahan hati dan pemahaman yang mendalam tentang prioritas yang benar di hadapan Tuhan. Ayat 2 Tawarikh 1:8 menjadi titik tolak penting dalam perjalanan ini, di mana Salomo mengakui anugerah ilahi dan membangun fondasi doanya atas dasar kasih setia Tuhan kepada Daud.
Dalam ayat ini, Salomo tidak hanya bersyukur atas posisi yang diberikan kepadanya, tetapi juga secara eksplisit mengakui bahwa posisinya adalah hasil dari kasih setia Tuhan kepada ayahnya, Daud. Ini menunjukkan kesadaran Salomo akan sejarah dan perjanjian Tuhan. Ia tidak menganggap keberhasilannya sebagai buah kerja kerasnya sendiri, melainkan sebagai kelanjutan dari janji dan kasih karunia Tuhan yang telah tercurah kepada generasi sebelumnya. Pengakuan ini adalah langkah pertama yang krusial sebelum ia mengajukan permohonan yang paling penting dalam hidupnya, yaitu permohonan akan hikmat.
Permohonan Salomo kepada Tuhan di Gibeon, yang dijelaskan dalam pasal-pasal selanjutnya, adalah model doa yang berpusat pada kehendak Tuhan dan kebutuhan umat-Nya. Dengan mengakui sumber kekuasaannya (Tuhan) dan tujuan kekuasaannya (melayani umat-Nya dengan bijaksana), Salomo mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin yang luar biasa. Kisah ini mengajarkan kita bahwa fondasi sejati dari kepemimpinan yang efektif dan pelayanan yang bermakna adalah kesadaran akan ketergantungan kita pada Tuhan dan keinginan untuk menggunakan karunia-Nya demi kebaikan orang lain.
2 Tawarikh 1:8 adalah pengingat yang kuat bahwa setiap pencapaian dan posisi kita berakar pada kemurahan Tuhan. Sebelum kita berani meminta hal-hal besar, marilah kita mulai dengan kerendahan hati, mengakui kasih setia-Nya, dan mendasarkan doa kita pada kesadaran akan anugerah-Nya. Ini adalah prinsip fundamental yang mendahului segala permohonan, termasuk permohonan akan hikmat untuk mengelola kehidupan dan tugas yang dipercayakan Tuhan kepada kita.
Lebih lanjut, pemahaman tentang bagaimana Tuhan secara aktif terlibat dalam sejarah umat-Nya, seperti yang ditunjukkan dalam pengakuan Salomo terhadap perlakuan Tuhan terhadap Daud, memperkaya perspektif kita. Ini bukan sekadar kisah individu, tetapi bagian dari narasi ilahi yang lebih besar tentang kesetiaan Tuhan. Dengan demikian, ayat ini tidak hanya tentang Salomo, tetapi juga tentang sifat Allah yang setia dan perjanjian-Nya yang kekal.
Bagi kita saat ini, mengulang pengakuan Salomo dalam 2 Tawarikh 1:8 berarti membangun kehidupan rohani kita di atas dasar yang kokoh: ucapan syukur atas kasih setia Tuhan yang tak pernah berkesudahan, dan pengakuan bahwa segala sesuatu yang baik datang dari Dia. Ini adalah undangan untuk memosisikan diri kita di hadirat Tuhan dengan hati yang bersyukur, siap menerima tuntunan-Nya dan melayani sesuai dengan kehendak-Nya.
Jika Anda tertarik untuk mendalami lebih lanjut kisah raja Salomo dan hikmat yang dianugerahkan Tuhan, Anda dapat membaca 2 Tawarikh pasal 1 secara lengkap.