Ayat 2 Tawarikh 2:2 ini menyoroti sebuah momen penting dalam persiapan pembangunan Bait Suci oleh Raja Salomo. Sebelum pekerjaan konstruksi besar dimulai, diperlukan perencanaan yang matang. Bagian dari perencanaan ini adalah melakukan sensus, atau perhitungan, terhadap tenaga kerja yang tersedia. Menariknya, ayat ini menyebutkan perhitungan orang asing yang ada di tanah Israel. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kerja yang dibutuhkan untuk proyek monumental seperti Bait Suci tidak hanya berasal dari bangsa Israel sendiri, tetapi juga melibatkan orang-orang dari bangsa lain.
Perhitungan ini bukanlah sekadar angka statistik, melainkan representasi dari pengelolaan sumber daya manusia yang cermat. Daud, ayah Salomo, sebelumnya juga telah melakukan perhitungan serupa. Hal ini menunjukkan adanya kesinambungan dalam visi dan strategi pembangunan yang diwariskan dari ayah ke anak. Pengelolaan sumber daya yang efisien, termasuk tenaga kerja, adalah kunci keberhasilan sebuah proyek, terlebih lagi proyek yang memiliki makna spiritual mendalam seperti pembangunan rumah bagi Tuhan.
Fakta bahwa Salomo menghitung dan kemungkinan besar akan memanfaatkan orang asing dalam pembangunan Bait Suci memiliki implikasi teologis yang signifikan. Ini menunjukkan bahwa proyek pembangunan Bait Suci bukanlah semata-mata proyek kebangsaan Israel, melainkan memiliki dimensi universal. Keterlibatan orang asing dapat diartikan sebagai tanda keterbukaan dan inklusivitas dalam rencana Tuhan. Melalui pembangunan ini, Tuhan juga ingin menunjukkan kemuliaan-Nya kepada seluruh bangsa, tidak terkecuali.
Penggunaan tenaga kerja asing juga bisa menjadi strategi praktis untuk mempercepat dan memfasilitasi pembangunan. Bangsa asing yang memiliki keahlian atau kemampuan fisik tertentu bisa saja dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas spesifik. Ini mengajarkan kita bahwa dalam mewujudkan tujuan yang lebih besar, termasuk tujuan rohani, kita bisa berkolaborasi dengan berbagai pihak, bahkan yang mungkin berbeda latar belakang dengan kita, selama tujuan akhirnya adalah untuk kemuliaan yang lebih tinggi.
Perhitungan yang dilakukan oleh Salomo ini merupakan bagian tak terpisahkan dari ketaatannya terhadap perintah Tuhan untuk membangun Bait Suci. Ketaatan dalam hal ini berarti tidak hanya berkehendak, tetapi juga bertindak dengan bijak dan terencana. Perencanaan yang baik adalah fondasi dari pelaksanaan yang baik. Salomo memahami bahwa untuk membangun sesuatu yang berkenan di hadapan Tuhan, segala aspek harus dipersiapkan dengan seksama.
Hasil perhitungan, yaitu "seratus lima puluh ribu tiga ribu enam ratus orang," memberikan gambaran mengenai skala tenaga kerja yang dibutuhkan. Angka ini sangat besar dan menunjukkan betapa seriusnya proyek ini. Kesuksesan pembangunan Bait Suci yang kemudian terjadi adalah buah dari persiapan yang matang, ketaatan pada firman Tuhan, dan pengelolaan sumber daya yang efektif. Pelajaran dari ayat ini relevan bagi kita saat ini: setiap pekerjaan, baik besar maupun kecil, yang kita lakukan untuk tujuan yang baik, membutuhkan perencanaan, perhitungan, dan pelaksanaan yang sungguh-sungguh.