2 Tawarikh 20:6 - Kekuatan dan Kuasa Allah di Tangan Raja Yosafat

"Dan ia berkata: 'Ya TUHAN, Allah nenek moyang kami, bukankah Engkau Allah di langit? Bukankah Engkau berkuasa atas segala kerajaan bangsa-bangsa? Di tangan-Mulah kekuatan dan keperkasaan, sehingga tidak ada seorang pun yang dapat bertahan melawan Engkau."
Allah Sang Penguasa Semesta

Visualisasi kekuasaan ilahi atas alam semesta.

Ayat 2 Tawarikh 20:6 merupakan salah satu momen paling penting dalam narasi Kitab Tawarikh. Ayat ini mencatat pengakuan Raja Yosafat akan kedaulatan dan kebesaran Allah di hadapan ancaman besar yang dihadapi Yehuda. Dalam situasi genting di mana pasukan musuh yang berjumlah sangat besar bersiap menyerang, Yosafat tidak berdiam diri atau mengandalkan kekuatan manusia semata. Sebaliknya, ia memimpin rakyatnya dalam doa, sebuah doa yang memancarkan iman yang mendalam dan pengakuan yang jelas akan siapa Allah mereka.

Pengakuan akan Kedaulatan Ilahi

Yosafat memulai doanya dengan sebuah pengakuan fundamental: "Ya TUHAN, Allah nenek moyang kami, bukankah Engkau Allah di langit? Bukankah Engkau berkuasa atas segala kerajaan bangsa-bangsa?" Ini bukan sekadar pertanyaan retoris, melainkan sebuah deklarasi iman yang teguh. Yosafat mengingatkan dirinya sendiri dan rakyatnya bahwa Allah yang mereka sembah adalah Allah yang Mahatinggi, Penguasa mutlak langit dan bumi. Kekuasaan-Nya tidak terbatas pada Yehuda atau Israel, melainkan mencakup semua kerajaan di seluruh penjuru dunia. Pengakuan ini sangat krusial karena menempatkan masalah mereka dalam perspektif ilahi yang lebih luas, di mana tidak ada kekuatan duniawi yang dapat menandingi kekuasaan Sang Pencipta.

Kekuatan dan Keperkasaan dalam Tangan Allah

Bagian selanjutnya dari ayat ini, "Di tangan-Mulah kekuatan dan keperkasaan, sehingga tidak ada seorang pun yang dapat bertahan melawan Engkau," menegaskan atribut Allah yang tak tertandingi. Yosafat mengakui bahwa segala kekuatan, segala kemampuan untuk bertindak, dan segala keperkasaan yang ada di alam semesta berasal dari Allah dan berada di bawah kendali-Nya. Ini berarti bahwa setiap kekuatan yang dimiliki oleh musuh, setiap strategi perang yang mereka rencanakan, pada akhirnya tidak berarti apa-apa jika Allah tidak mengizinkannya. Pengakuan ini menanamkan rasa aman dan pengharapan yang kokoh, karena mereka tahu bahwa pertarungan mereka bukan hanya melawan musuh manusia, tetapi melawan musuh yang dikalahkan oleh Allah.

Menghadapi Tantangan dengan Iman

Pada saat itu, Yehuda dihadapkan pada pasukan dari Moab, Amon, dan Meun yang bersatu, sebuah koalisi yang tampak mustahil untuk dihadapi oleh tentara Yehuda yang jauh lebih kecil. Dalam situasi seperti ini, kepanikan dan keputusasaan adalah reaksi yang wajar. Namun, Yosafat memilih untuk bersandar pada imannya. Doanya adalah pernyataan bahwa ia dan rakyatnya memahami bahwa kemenangan tidak bergantung pada jumlah pasukan, persenjataan, atau keahlian militer, melainkan pada kesetiaan dan kuasa Allah. Dengan mengakui Allah sebagai sumber segala kekuatan, Yosafat secara implisit menyerahkan pertempuran kepada-Nya, berserah pada kehendak dan cara-Nya.

Kisah ini, yang dimulai dengan pengakuan iman dalam 2 Tawarikh 20:6, berlanjut dengan Allah yang campur tangan secara ajaib untuk mengalahkan musuh-musuh Yehuda. Ayat ini menjadi pengingat abadi bahwa ketika kita dihadapkan pada situasi yang tampak mustahil, langkah pertama yang paling bijaksana adalah kembali kepada Allah, mengakui kedaulatan-Nya, dan percaya bahwa di tangan-Nya terdapat segala kekuatan yang kita butuhkan.