Kisah raja Yoram dari Yehuda, seperti yang dicatat dalam Kitab 2 Tawarikh pasal 21, menyajikan gambaran yang suram tentang kejatuhan moral seorang pemimpin. Ayat keempat, yang menjadi fokus perenungan kita hari ini, mengungkapkan tindakan kejam yang mengerikan: "Sesudah ia menjadi raja, ia membunuh semua saudaranya dengan pedang, dan juga beberapa orang dari antara para pemuka Israel." Tindakan ini bukan hanya sebuah pelanggaran terhadap hukum keluarga dan masyarakat, tetapi juga pelanggaran berat terhadap perintah Allah.
Yoram adalah putra dari raja Yosafat yang saleh. Ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana seorang anak dari ayah yang takut akan Tuhan dapat bertindak sedemikian keji? Kenaikan Yoram ke takhta pada usia tiga puluh dua tahun menandai dimulainya periode kegelapan bagi Yehuda. Ia tidak hanya mengikuti jalan raja-raja Israel, yang sering kali menyimpang dari kehendak Allah, tetapi ia bahkan melampaui mereka dalam kejahatan. Pembunuhan brutal terhadap saudara-saudaranya sendiri, yang seharusnya menjadi pendukung dan pewaris takhta yang sah, menunjukkan ambisi yang tak terkendali dan kurangnya belas kasihan yang ekstrem. Tindakan ini menghilangkan potensi perpecahan internal yang bisa disebabkan oleh perebutan kekuasaan, namun dengan cara yang paling mengerikan dan tidak berperikemanusiaan.
Lebih jauh lagi, Yoram tidak berhenti pada pembunuhan keluarga. Ia juga mengorbankan nyawa beberapa pemimpin terkemuka di Israel. Ini menunjukkan bahwa kejahatannya tidak hanya bersifat personal tetapi juga politis dan strategis. Para pemimpin ini mungkin mewakili faksi-faksi yang berpotensi menentangnya atau mungkin merupakan elemen penting dalam stabilitas kerajaan. Dengan menghilangkan mereka, Yoram berusaha untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya secara mutlak, menciptakan suasana teror dan ketakutan di seluruh negeri.
Ilustrasi simbolis: jalan yang kelam dan konsekuensi dari tindakan kejam.
Tindakan Yoram bukan hanya sekadar kekejaman individu, tetapi juga merupakan penolakan terang-terangan terhadap perjanjian Allah dengan Daud, yang menjanjikan kelangsungan takhta bagi keturunannya. Dengan membunuh saudara-saudaranya, Yoram secara efektif menghancurkan garis keturunan yang sah yang ditunjuk oleh Allah. Konsekuensi dari tindakan ini tidak bisa dihindari. Kitab Suci mencatat bahwa Allah mengutus nabi Elia untuk menyatakan penghukuman-Nya atas Yoram, dan kerajaan Yehuda pun mengalami penderitaan berat akibat penolakan mereka terhadap Tuhan dan pemerintahan yang kejam.
Kisah 2 Tawarikh 21:4 ini menjadi pengingat yang kuat tentang bagaimana ambisi yang tidak terkendali dan kekejaman dapat merusak tidak hanya kehidupan individu tetapi juga stabilitas dan kesejahteraan seluruh bangsa. Ini juga menyoroti pentingnya kepemimpinan yang adil, berintegritas, dan yang paling utama, tunduk pada kehendak Tuhan. Sejarah mencatat kehancuran yang menimpa Yoram dan kerajaannya, sebagai bukti nyata dari peringatan ilahi terhadap tindakan kezaliman dan pengabaian terhadap hukum Tuhan.
Peristiwa ini mengajarkan kita untuk berhati-hati terhadap godaan kekuasaan dan pentingnya nilai-nilai moral serta spiritual dalam setiap aspek kehidupan, terutama bagi mereka yang memegang tanggung jawab kepemimpinan. Kejahatan yang dilakukan oleh Yoram bukan hanya cacatan sejarah, tetapi juga sebuah pelajaran abadi tentang konsekuensi dari penolakan terhadap kebenaran dan keadilan.