2 Tawarikh 29:32
"Dan jumlah persembahan sukarela dari umat itu ialah seribu ekor lembu, seratus ekor domba jantan dan dua ribu ekor domba. Semuanya itu untuk korban bakaran bagi TUHAN."
Ayat 2 Tawarikh 29:32 mencatat sebuah momen penting dalam sejarah pemulihan ibadah di Bait Suci di Yerusalem. Ayat ini secara ringkas menggambarkan kemurahan hati dan semangat umat yang berpartisipasi dalam pengembalian praktik keagamaan yang benar setelah masa-masa kelalaian. Periode ini terjadi di bawah kepemimpinan Raja Hizkia, seorang raja yang menonjol karena ketekunannya dalam menegakkan kehendak Allah.
Setelah masa-masa kegelapan rohani, di mana penyembahan berhala merajalela dan Bait Suci dinajiskan, Hizkia mengambil langkah berani untuk memulihkan ibadah kepada TUHAN. Ia memerintahkan agar Bait Suci dibersihkan dan dikuduskan kembali. Salah satu aspek krusial dari pemulihan ini adalah kembalinya sistem persembahan yang telah ditetapkan dalam Taurat. Persembahan bukanlah sekadar ritual, melainkan ekspresi pengakuan atas kedaulatan Allah, rasa syukur atas berkat-Nya, dan permohonan ampun atas dosa.
Di sinilah ayat 2 Tawarikh 29:32 menjadi begitu bermakna. Ayat ini tidak hanya sekadar mencatat jumlah hewan yang dipersembahkan, tetapi juga melambangkan kebangunan rohani yang luar biasa di antara umat. Angka yang disebutkan – seribu ekor lembu, seratus ekor domba jantan, dan dua ribu ekor domba – menunjukkan skala partisipasi yang sangat besar. Persembahan ini datang dari "umat itu" secara keseluruhan, menunjukkan bahwa semangat pemulihan tidak hanya terbatas pada raja dan para imam, tetapi merasuk ke hati setiap individu.
Besarnya jumlah persembahan ini patut direnungkan. Hewan-hewan tersebut, terutama lembu dan domba jantan, merupakan persembahan yang berharga. Mempersembahkan ribuan hewan semacam itu menunjukkan pengorbanan yang signifikan dari sisi materi. Hal ini mengindikasikan bahwa umat tidak hanya berpartisipasi dengan semangat, tetapi juga dengan kedermawanan yang tulus. Mereka rela melepaskan harta benda mereka demi mengembalikan kesenangan hati Allah dan memperbaiki hubungan mereka dengan-Nya.
Lebih lanjut, penyebutan "semuanya itu untuk korban bakaran bagi TUHAN" menegaskan kembali tujuan utama dari persembahan tersebut. Korban bakaran adalah jenis persembahan yang seluruhnya dipersembahkan kepada Allah, melambangkan penyerahan diri total dan pengabdian kepada-Nya. Dengan menyediakan begitu banyak korban bakaran, umat secara kolektif menyatakan kembali kedaulatan mutlak Allah atas kehidupan mereka dan mengakui bahwa Dialah sumber segala berkat dan keselamatan.
Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya partisipasi aktif dalam kehidupan rohani dan keberanian untuk merespons panggilan pemulihan. Ketika Allah bekerja dalam hati umat-Nya, respons yang lahir adalah sukacita, kemurahan hati, dan ketaatan. Persembahan yang diberikan oleh umat di bawah kepemimpinan Hizkia menjadi bukti nyata dari iman yang hidup dan semangat pengabdian yang membara. Ini adalah pengingat bahwa ibadah yang sejati melibatkan hati yang tulus, pengorbanan yang rela, dan penyerahan diri yang total kepada Allah.
Kisah ini memberikan pelajaran berharga bagi kita di masa kini. Bagaimana respons kita ketika panggilan untuk memulihkan kesaksian iman, membersihkan hati dari hal-hal yang tidak berkenan, atau kembali kepada prinsip-prinsip kebenaran-Nya? Apakah kita siap untuk memberikan yang terbaik, bahkan yang terbaik dari apa yang kita miliki, demi kehormatan nama-Nya dan kemajuan kerajaan-Nya? 2 Tawarikh 29:32 mengundang kita untuk merenungkan kedalaman iman dan kemurahan hati, serta untuk meneladani semangat umat yang dengan sukacita mempersembahkan segala sesuatu bagi kemuliaan TUHAN.