2 Tawarikh 35:22 - Ketaatan Raja Yosia

"Tetapi Yosia tidak mau berbalik muka kepadanya, melainkan ia menyamar, supaya jangan ia ditikamnya, dan ia tidak mengindahkan perkataan Neko yang asalnya dari mulut Allah itu. Maka ia maju berperang di lembah Megido."

Kisah Ketaatan yang Berujung Tragedi

Ayat 2 Tawarikh 35:22 menceritakan tentang momen krusial dalam kehidupan Raja Yosia, seorang raja Yehuda yang dikenal karena kesalehan dan pembaharuannya. Setelah masa kepemimpinannya yang penuh dengan pemulihan rohani dan ketaatan kepada Allah, Yosia dihadapkan pada sebuah situasi yang tak terduga dan tragis. Raja Neko dari Mesir sedang dalam perjalanan menuju utara untuk berperang melawan Asyur di Karkemis. Meskipun secara politik seharusnya menjadi sekutu, Yosia merasa perlu untuk menghadang laju pasukan Mesir di wilayahnya, mungkin untuk melindungi kedaulatan Yehuda atau karena alasan lain yang tidak sepenuhnya terperinci.

Neko, dalam perjalanannya, mengirim utusan kepada Yosia dengan pesan yang jelas: "Apa urusanku dengan engkau, ya raja Yehuda? Bukan kepadamu aku datang sekarang, melainkan kepada musuh yang kuhadapi. Dan Allah telah memerintahkan aku untuk segera bertindak; janganlah engkau menghalang-halangi Allah yang menyertai aku, supaya Ia jangan memusnahkan engkau." Pesan ini disampaikan dengan otoritas ilahi, menunjukkan bahwa Neko meyakini perintah tersebut berasal dari Allah sendiri.

Namun, respons Yosia sungguh mengejutkan dan menyedihkan. Alih-alih mendengarkan dan mematuhi peringatan ilahi yang disampaikan Neko, Yosia memilih untuk tidak bergeming. Ia menyamar untuk menghindari dikenali oleh Neko dan langsung maju berperang di lembah Megido. Tindakan ini menunjukkan penolakan Yosia terhadap nasihat yang ia anggap sebagai campur tangan asing atau ancaman, meskipun nasihat itu memiliki klaim ilahi. Ini adalah momen di mana Yosia, yang sebelumnya begitu setia, tampaknya membuat pilihan yang fatal.

Tragedi pun terjadi. Dalam pertempuran di Megido, Yosia terkena panah dari pemanah Mesir dan terluka parah. Ia memerintahkan para pengawalnya untuk membawanya kembali ke Yerusalem, di mana ia akhirnya meninggal. Kematiannya menjadi pukulan telak bagi Yehuda, mengakhiri era pembaharuan dan ketaatan yang telah ia bangun dengan susah payah. Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya kehati-hatian dalam menanggapi perkataan, bahkan ketika nampaknya bertentangan dengan kepentingan kita. Ketaatan yang tulus kepada Allah haruslah menjadi prioritas utama, dan kita harus peka terhadap kehendak-Nya, bahkan ketika disampaikan melalui cara-cara yang tidak terduga.

Meskipun akhir hidup Yosia begitu menyakitkan, warisannya sebagai raja yang mengembalikan ibadah yang benar kepada Allah tidak hilang. Namun, ayat ini tetap menjadi pengingat yang kuat tentang kerapuhan manusia, bahkan bagi mereka yang telah menunjukkan kesetiaan yang luar biasa. Penting bagi kita untuk terus menerus memeriksa hati dan motivasi kita, serta selalu siap mendengarkan suara Tuhan dalam segala situasi.

Kesetiaan yang Diuji

Ilustrasi sederhana: Lingkaran hijau melambangkan kepemimpinan Yosia yang kuat dan berfokus pada kebenaran, dengan panah yang menunjukkan arah menuju ujian.