"Saudara yang kasih, perbuatanmu yang tulus dalam menerima orang-orang percaya, juga dalam menerima orang-orang yang asing sekalipun, adalah suatu kesaksian tentang kasihmu."
Surat pendek dari Rasul Yohanes ini, khususnya pasal 1 ayat 5, menawarkan sebuah wawasan mendalam tentang esensi sejati dari kehidupan Kristen: yaitu kasih. Ayat ini bukan sekadar sebuah nasihat moral, melainkan sebuah refleksi dari buah Roh yang seharusnya menjadi ciri khas setiap pengikut Kristus. Yohanes memuji Gayus, seorang sahabatnya yang beriman, karena perilakunya yang penuh kasih, terutama dalam hal menerima dan melayani sesama orang percaya, bahkan mereka yang mungkin belum dikenal secara pribadi atau berasal dari latar belakang yang berbeda.
Penerimaan yang dimaksud di sini melampaui sekadar keramahan biasa. Ini adalah tindakan kesediaan untuk membuka hati, rumah, dan sumber daya bagi orang lain, terutama bagi saudara seiman. Dalam konteks zaman itu, di mana perjalanan jauh seringkali melelahkan dan berbahaya, dan sistem penampungan publik belum tentu aman atau layak, penerimaan dari sesama orang percaya menjadi sangat krusial. Ini adalah manifestasi nyata dari firman Tuhan yang mengajarkan untuk saling mengasihi seperti diri sendiri.
Lebih dari itu, ayat ini menekankan bahwa perbuatan ini merupakan "kesaksian tentang kasih". Artinya, tindakan nyata dari kasih yang tulus tidak hanya menguntungkan penerima, tetapi juga menjadi bukti yang berbicara tentang karakter Kristus di dalam diri pemberi. Di dunia yang seringkali dipenuhi dengan sikap egois dan penolakan, perilaku yang penuh kasih dan penerimaan menjadi mercusuar terang yang menarik perhatian dan memberikan harapan. Ini adalah cara yang kuat untuk memberitakan Injil tanpa harus mengucapkan satu kata pun, karena perbuatan kasih berbicara lebih lantang daripada kata-kata.
Penerimaan yang tulus, seperti yang dipuji Yohanes, mencakup kerelaan untuk merangkul orang lain, mendengarkan mereka, dan menawarkan dukungan tanpa pamrih. Ini adalah sebuah panggilan untuk melampaui prasangka, perbedaan budaya, atau status sosial, dan melihat setiap individu sebagai ciptaan Tuhan yang berharga, yang patut dikasihi dan dilayani. Ayat 3 Yohanes 1:5 mengingatkan kita bahwa kasih bukan hanya sebuah perasaan, melainkan sebuah tindakan yang aktif, sebuah pilihan sadar untuk berbuat baik kepada sesama, terkhusus kepada keluarga iman.
Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan seringkali impersonal, penting bagi kita untuk merefleksikan prinsip ini. Bagaimana kita menerima orang-orang baru di komunitas kita? Apakah kita terbuka untuk melayani mereka yang membutuhkan bantuan, bahkan jika itu membutuhkan pengorbanan? Pertanyaan-pertanyaan ini membantu kita mengukur kedalaman kasih kita. Biarlah perbuatan kita, sebagaimana Gayus, menjadi kesaksian yang indah tentang kasih Kristus yang bekerja di dalam kita, memancarkan cahaya terang di dunia yang membutuhkannya.
Mari kita berkomitmen untuk mempraktikkan kasih yang tulus dalam setiap interaksi kita, sebab di situlah letak keindahan dan kekuatan sejati dari iman kita. Seperti yang dikatakan dalam ayat ini, perbuatan baik yang dilakukan dalam kasih adalah bukti yang paling meyakinkan. Untuk informasi lebih lanjut mengenai perikop ini, Anda bisa merujuk pada studi-studi Alkitab yang mendalam tentang 3 Yohanes 1:5.