Ayub 15:4

"Jika demikian, mengapa Anda tidak menahan diri dari mengucapkan perkataan Anda? Mengapa Anda tidak mengeraskan hati dari mendengarkan perkataan kami?"

Figur 1 Figur 2

Ayat dari Kitab Ayub ini, "Jika demikian, mengapa Anda tidak menahan diri dari mengucapkan perkataan Anda? Mengapa Anda tidak mengeraskan hati dari mendengarkan perkataan kami?", adalah sebuah pertanyaan retoris yang diajukan oleh Elifas Teman Ayub. Pertanyaan ini lahir dari kekecewaan dan kebingungan Elifas serta teman-temannya yang merasa bahwa perkataan mereka, yang mereka yakini sebagai kebenaran mutlak, tidak diterima dengan baik oleh Ayub. Mereka merasa telah memberikan nasihat yang bijak dan berdasarkan pengalaman, namun Ayub terus bersikeras pada ketidakbersalahannya.

Dalam konteks perdebatan antara Ayub dan teman-temannya, ayat ini mencerminkan ketegangan yang luar biasa. Teman-teman Ayub berpegang teguh pada pandangan tradisional bahwa penderitaan selalu merupakan akibat langsung dari dosa. Mereka berupaya keras untuk meyakinkan Ayub bahwa ia pasti telah melakukan kesalahan tersembunyi yang menyebabkan ia dihukum demikian rupa oleh Allah. Oleh karena itu, ketika Ayub menolak argumen mereka dan terus menyatakan ketidakbersalahannya, mereka merasa frustrasi.

Pertanyaan "mengapa Anda tidak menahan diri dari mengucapkan perkataan Anda?" menyiratkan bahwa Ayub terlalu banyak bicara dan perkataannya justru memperburuk keadaannya. Para teman Ayub melihat perkataan Ayub sebagai sesuatu yang menantang otoritas mereka dan pandangan dunia yang mereka pegang. Mereka menganggap Ayub egois karena tidak mau mendengarkan, tidak mau mengakui "kesalahan" yang mereka tuduhkan, dan tidak mau menerima "solusi" yang mereka tawarkan.

Lebih lanjut, pertanyaan "mengapa Anda tidak mengeraskan hati dari mendengarkan perkataan kami?" menunjukkan bahwa Ayub dianggap tidak terbuka terhadap nasihat. Frasa "mengeraskan hati" di sini tidak berarti menolak kebenaran secara sengaja, melainkan lebih kepada ketidakmampuan atau keengganan untuk menerima perspektif yang berbeda. Teman-teman Ayub merasa bahwa mereka sedang mencoba membuka mata Ayub terhadap realitas yang sebenarnya (menurut pandangan mereka), namun Ayub menolak untuk mendengarkan.

Ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya dialog yang sehat dan sikap saling mendengarkan, bahkan ketika ada perbedaan pendapat yang tajam. Ini juga menyoroti bahaya keyakinan diri yang berlebihan dan kecenderungan untuk menghakimi orang lain berdasarkan prasangka atau kerangka pemikiran yang kaku. Seringkali, kita merasa bahwa kitalah yang memiliki kebenaran dan orang lain yang tidak sejalan dengan kita adalah orang yang salah, tanpa mencoba memahami sudut pandang mereka sepenuhnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, ayat ini bisa menjadi pengingat agar kita tidak cepat menghakimi dan senantiasa membuka diri untuk mendengar. Ketika seseorang tidak segera menerima pandangan kita, mungkin ada alasan di baliknya yang belum kita pahami. Alih-alih merasa frustrasi dan menuntut agar mereka mengubah pikiran, mungkin lebih baik untuk mencoba memahami, bertanya dengan lebih sabar, dan menawarkan ruang untuk percakapan yang lebih konstruktif. Keengganan untuk mendengar bukanlah tanda kekerasan hati yang negatif, melainkan bisa jadi merupakan bentuk pertahanan diri ketika seseorang merasa tidak dipahami atau diperlakukan tidak adil.

Inti dari pertanyaan Elifas ini adalah sebuah tantangan terhadap Ayub untuk merenungkan perilakunya sendiri dalam merespons perkataan teman-temannya. Namun, jika kita melihat dari sisi Ayub, pertanyaan ini juga bisa menjadi cerminan bagi para teman Ayub itu sendiri: mengapa mereka tidak mencoba mendengarkan Ayub dengan empati dan tidak mengeraskan hati mereka terhadap penderitaan yang dialaminya?