Ibrani 12:19 - Suara Sangkakala dan Api

"Sebab kamu tidak datang kepada gunung yang dapat disentuh dan yang menyala-nyala oleh api, dan tidak juga kepada kegelapan, dan kepada angin badai, dan kepada deru sangkakala, dan kepada suara perkataan yang begitu hebatnya sehingga mereka yang mendengarnya memohon supaya tidak ditambahkan firman apa pun kepada mereka."

Ilustrasi: Suara sangkakala dan api di gunung

Ayat Ibrani 12:19 melukiskan sebuah gambaran yang sangat kuat dan mendalam tentang pengalaman di Gunung Sinai. Penulis Kitab Ibrani menggunakan deskripsi ini untuk menyoroti perbedaan dramatis antara hubungan umat Perjanjian Lama dengan Allah dan hubungan umat Perjanjian Baru melalui Yesus Kristus.

Pengalaman di Gunung Sinai digambarkan sebagai sesuatu yang sangat menakutkan dan menimbulkan rasa gentar. Suara sangkakala yang semakin keras, api yang menyala-nyala, kegelapan pekat, dan badai yang menderu menciptakan suasana penuh wibawa ilahi yang membuat orang Israel begitu ketakutan. Mereka bahkan memohon agar Allah tidak lagi berbicara langsung kepada mereka, melainkan melalui perantaraan Musa. Ketakutan ini muncul karena mereka sadar akan kekudusan Allah dan ketidaklayakan mereka sendiri.

Deskripsi ini bukan hanya sekadar narasi historis, tetapi juga sebuah peringatan. Penulis Ibrani ingin mengingatkan para pembacanya yang adalah orang Kristen, agar tidak menganggap remeh karunia keselamatan yang telah diberikan melalui Yesus. Jika pengalaman di Gunung Sinai begitu dahsyat dan menimbulkan ketakutan, apalagi pengalaman berhadapan dengan Allah dalam kekudusan-Nya tanpa perantaraan sempurna.

Namun, justru di sinilah letak perbedaan krusial yang ingin ditekankan. Penulis Ibrani kemudian membandingkan pengalaman di Gunung Sinai dengan "Yerusalem Surgawi" dan "jemaat anak-anak sulung." Di sana, tidak ada lagi kegelapan, api yang membakar, atau suara sangkakala yang menakutkan. Sebaliknya, ada kedekatan, persekutuan, dan hadirat Allah yang penuh kasih melalui Yesus Kristus, Imam Besar Agung kita.

Melalui Yesus, kita tidak lagi datang kepada gunung yang mengerikan, tetapi kepada Allah yang dapat didekati. Keselamatan yang telah Ia berikan melalui kematian dan kebangkitan-Nya telah menghapus tembok pemisah antara kita dan Allah. Kita diundang untuk datang kepada-Nya dengan keberanian, bukan karena kekuatan kita sendiri, tetapi karena pengorbanan Kristus yang telah membuat kita kudus dan layak di hadapan Bapa.

Ayat ini mengajak kita untuk merenungkan betapa beruntungnya kita sebagai orang percaya Perjanjian Baru. Kita telah dibebaskan dari ketakutan dan penghukuman yang datang dari hukum Taurat yang menuntut kesempurnaan, dan digantikan dengan anugerah dan pengampunan melalui kasih Kristus. Penekanan pada "suara sangkakala" dan "api" di Gunung Sinai seharusnya membangkitkan rasa syukur yang mendalam atas jalan baru yang telah dibuka oleh Kristus.

Marilah kita tidak hanya sekadar membaca ayat ini sebagai sebuah kisah, tetapi menjadikannya sebagai motivasi untuk hidup dalam kekudusan dan ketaatan kepada Allah yang telah menyelamatkan kita. Kita dipanggil untuk hidup dalam terang kasih-Nya, bukan dalam bayang-bayang ketakutan.