"Dan di sini, memang manusia yang dapat mati menerima perpuluhan, tetapi di sana, ia menerimanya, yang disebut hidup."
Surat Ibrani merupakan sebuah kitab yang kaya akan teologi, ditulis untuk mengingatkan jemaat Kristen pada masa itu tentang keunggulan Yesus Kristus. Salah satu bagian yang paling mendalam adalah perikop mengenai Melkisedek dan imamat-Nya, yang diperbandingkan dengan imamat Harun. Dalam Ibrani pasal 7, penulis surat secara rinci membedah signifikansi Melkisedek, seorang raja dan imam dari zaman kuno, yang muncul sebelum hukum Taurat dan bahkan Abraham memberikan perpuluhan kepadanya.
Ayat kunci yang menjadi sorotan kita, yaitu Ibrani 7:8, secara gamblang menyoroti perbedaan fundamental antara imam-imam dari tradisi Lewi yang berasal dari manusia fana, dan Imamat Kristus yang bersifat kekal. Ayat ini menyatakan, "Dan di sini, memang manusia yang dapat mati menerima perpuluhan, tetapi di sana, ia menerimanya, yang disebut hidup." Frasa "di sini" merujuk pada sistem imamat Perjanjian Lama, di mana para imam yang melayani di Bait Suci adalah manusia biasa, tunduk pada kematian dan keterbatasan duniawi. Mereka menerima perpuluhan sebagai bentuk pengakuan atas pelayanan mereka kepada umat Israel, sesuai dengan ketetapan Taurat.
Namun, penulis surat Ibrani segera mengalihkan perhatian kita "di sana," merujuk pada sosok Yesus Kristus. Ia digambarkan menerima perpuluhan, bukan sebagai manusia fana yang akan mati, melainkan sebagai Pribadi yang "disebut hidup." Ini adalah pernyataan yang luar biasa mengenai status ilahi dan kekal Kristus. Kehidupan-Nya bukanlah kehidupan sementara yang terbatas oleh waktu dan ruang, melainkan kehidupan yang abadi, yang tidak dapat diinterupsi oleh kematian.
Perbandingan ini bertujuan untuk menegaskan superioritas imamat Kristus dibandingkan imamat Harun. Imam-imam Perjanjian Lama, meskipun penting dalam rancangan Allah, hanyalah gambaran atau bayangan dari imam yang sebenarnya. Mereka harus terus-menerus mempersembahkan korban untuk dosa-dosa mereka sendiri dan umat, karena mereka sendiri adalah orang berdosa yang fana. Namun, Yesus Kristus, melalui pengorbanan diri-Nya di kayu salib, menjadi Imam Agung yang sempurna dan kekal. Kematian-Nya bukanlah akhir, melainkan pintu gerbang menuju kehidupan kekal, yang memungkinkan-Nya untuk menjadi Penebus bagi seluruh umat manusia.
Kekekalan imamat Kristus berarti bahwa pelayanan-Nya sebagai Imam Besar tidak pernah berakhir. Dia tidak perlu mempersembahkan korban lagi, karena pengorbanan-Nya sekali untuk selamanya telah menyempurnakan segala sesuatu. Ini memberi kita kepastian dan pengharapan yang kokoh. Kita memiliki Imam Besar yang senantiasa hidup untuk membela kita di hadapan Bapa, yang memahami kelemahan kita karena Dia sendiri telah mengalaminya, namun tanpa dosa. Ibrani 7:25 menguatkan hal ini, "Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sepenuhnya semua orang yang datang kepada Allah oleh Dia, sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi pengantara mereka."
Dengan memahami keunggulan imamat Kristus seperti yang dijelaskan dalam Ibrani pasal 7, terutama melalui penekanan pada Ibrani 7:8, kita dipanggil untuk semakin teguh beriman kepada-Nya. Pengorbanan-Nya yang sempurna dan kehidupan-Nya yang kekal adalah dasar dari keselamatan kita, dan pelayanan-Nya sebagai Pengantara memberikan jaminan bahwa kita dapat mendekat kepada Allah dengan keberanian dan keyakinan. Imamat Kristus bukanlah sekadar konsep teologis, melainkan inti dari kasih karunia Allah yang menyelamatkan kita.