"Karena itu, bahkan Perjanjian yang pertama tidak diresmikan tanpa darah."
Ayat dari Kitab Ibrani ini membuka pemahaman mendalam mengenai hakikat sebuah perjanjian, khususnya yang berkaitan dengan pengesahan ilahi. Frasa "Perjanjian yang pertama" merujuk pada Perjanjian Lama, yang didirikan oleh Allah dengan umat-Nya. Penekanan pada "tidak diresmikan tanpa darah" menegaskan sebuah prinsip fundamental yang berulang dalam narasi keselamatan Alkitab: pengorbanan adalah elemen krusial dalam penyucian dan pembentukan hubungan yang sah antara manusia dan Tuhan.
Dalam konteks Perjanjian Lama, darah memiliki makna simbolis dan praktis yang sangat penting. Darah hewan yang dikorbankan di altar bukan sekadar penghapus dosa sementara, melainkan juga merupakan penanda visual dari pengorbanan yang diperlukan untuk menebus pelanggaran hukum Taurat. Setiap persembahan korban, mulai dari kurban bakaran hingga kurban penghapus dosa, selalu melibatkan pencurahan darah sebagai bentuk penundukan diri kepada keadilan Allah dan permohonan pengampunan. Tanpa darah yang tercurah, perjanjian kesucian yang dijanjikan Allah kepada umat-Nya tidak dapat ditegakkan. Prinsip ini menjadi benang merah yang menghubungkan seluruh sistem ibadah di Bait Allah.
Penulis Ibrani dengan cerdas menggunakan fakta historis dan teologis ini untuk mempersiapkan pembacanya memahami superioritas Perjanjian Baru. Jika bahkan perjanjian yang bersifat sementara dan bayangan (Perjanjian Lama) membutuhkan pengesahan melalui darah, maka Perjanjian Baru yang bersifat kekal dan substansial pastilah memiliki dasar yang lebih mulia. Konsep ibrani 9 18 ini mengarahkan pikiran pada realitas yang lebih besar.
Darah yang dimaksud dalam ayat ini, ketika dihubungkan dengan konteks keseluruhan surat Ibrani, secara implisit menunjuk pada pengorbanan Yesus Kristus. Perjanjian Baru tidak diresmikan dengan darah hewan yang terus-menerus dipersembahkan, melainkan melalui satu kali pengorbanan sempurna dari Anak Domba Allah. Darah Kristus, yang dicurahkan di kayu salib, menjadi saksi teragung dan terkuat dari perjanjian yang baru dan lebih baik. Perjanjian ini menawarkan pengampunan dosa yang definitif, pemulihan hubungan yang total, dan akses langsung kepada hadirat Allah.
Oleh karena itu, ayat ini bukan sekadar catatan sejarah mengenai ritual keagamaan kuno, melainkan sebuah fondasi teologis yang kokoh. Ia menunjukkan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah dan perjanjian-Nya membutuhkan pengorbanan. Puncak dari pengorbanan ini adalah kematian Kristus, yang menjadikan Perjanjian Baru bukan hanya sebuah kesepakatan, tetapi sebuah realitas hidup yang mendatangkan keselamatan dan penebusan kekal bagi setiap orang yang percaya. Pemahaman akan ibrani 9 18 memungkinkan kita mengapresiasi kedalaman kasih Allah dan harga yang dibayar untuk mendamaikan manusia dengan-Nya.