Imamat 8:2

"Ambillah Harun dan anak-anaknya, dan pakaiannya, dan minyak urapan, dan seekor lembu jantan untuk korban penghapus dosa, dan dua ekor domba jantan, dan bakul roti yang tidak beragi."

Simbol Imamat

Ayat Imamat 8:2 merupakan instruksi ilahi yang sangat spesifik dari Tuhan kepada Musa mengenai penahbisan Harun dan putra-putranya sebagai imam di hadapan bangsa Israel. Perintah ini bukan sekadar daftar barang atau prosedur seremonial belaka, melainkan mengandung makna teologis yang mendalam dan prinsip-prinsip abadi mengenai kekudusan, pelayanan, dan hubungan umat dengan Tuhan. Penahbisan imam pada masa itu adalah momen krusial yang menandai dimulainya sistem imamat yang akan menjadi perantara antara Tuhan dan umat-Nya.

Setiap elemen yang disebutkan dalam ayat ini memiliki signifikansinya sendiri. Pengambilan Harun dan anak-anaknya menekankan bahwa pelayanan imamat adalah sebuah panggilan dan penunjukan khusus, bukan sesuatu yang dapat diambil sendiri. Mereka harus datang dari garis keturunan yang ditentukan, dan yang terpenting, harus diperkenan oleh Tuhan untuk melayani di hadapan-Nya. Pakaian khusus yang mereka kenakan melambangkan kekudusan dan kemuliaan yang seharusnya melekat pada diri seorang pelayan Tuhan. Minyak urapan adalah simbol Roh Kudus yang menguduskan dan memberikan kuasa untuk pelayanan.

Selanjutnya, penyebutan lembu jantan untuk korban penghapus dosa dan dua ekor domba jantan menunjukkan betapa pentingnya pemurnian diri dan pengampunan dosa bagi para imam. Sebelum dapat melayani Tuhan, mereka sendiri harus terlebih dahulu dibebaskan dari noda dosa. Ini adalah cerminan dari prinsip bahwa mereka yang melayani di hadapan Tuhan harus hidup dalam kekudusan. Korban-korban ini berfungsi untuk menyucikan mereka dari kesalahan dan kesalahan mereka sendiri, sehingga mereka dapat mendekat kepada Tuhan tanpa rasa takut dan dengan hati yang murni.

Poin terakhir yang disebutkan adalah bakul roti yang tidak beragi. Roti yang tidak beragi melambangkan kemurnian dan ketulusan hati. Dalam konteks ini, roti yang tidak beragi menandakan bahwa pelayanan imam haruslah bebas dari "ragi" dosa, keegoisan, dan kepalsuan. Mereka harus mempersembahkan diri dan pelayanan mereka sebagai persembahan yang murni dan berkenan di hadapan Tuhan. Ketidakberagian juga sering dikaitkan dengan kesegeraan dan kesiapan untuk menyenangkan Tuhan.

Dari Imamat 8:2, kita dapat menarik pelajaran berharga bagi kehidupan rohani kita saat ini. Meskipun kita tidak lagi memiliki sistem imamat harfiah seperti pada zaman Perjanjian Lama, kita semua, sebagai orang percaya, dipanggil untuk menjadi "imam-imam raja" (1 Petrus 2:9). Ini berarti kita dipanggil untuk hidup dalam kekudusan, melayani Tuhan dengan tulus, dan menjadi perantara doa bagi orang lain. Seperti Harun dan anak-anaknya, kita perlu disucikan oleh darah Kristus dan dipenuhi oleh Roh Kudus untuk dapat melayani dengan efektif. Pelayanan kita, baik secara formal maupun informal, harus didasarkan pada kemurnian hati dan ketaatan pada kehendak Tuhan, bebas dari segala "ragi" keduniawian. Imamat 8:2 mengingatkan kita bahwa kedekatan dengan Tuhan membutuhkan penyucian diri dan ketulusan dalam setiap aspek kehidupan dan pelayanan kita.