Kisah yang terukir dalam Imamat pasal 9, ayat 24, merupakan salah satu momen paling dramatis dan bermakna dalam sejarah Israel kuno. Peristiwa ini menandai permulaan pelayanan Harun dan putra-putranya sebagai imam-imam pertama bagi umat Allah, setelah mereka ditahbiskan dan diperlengkapi sesuai dengan perintah Tuhan.
Setelah berhari-hari persiapan yang penuh ritual dan penantian, tibalah saatnya persembahan korban dilakukan. Harun, sebagai imam besar, melaksanakan tugasnya dengan penuh hikmat dan ketakutan akan Tuhan. Ia mempersembahkan korban bakaran dan korban penghapus dosa sesuai dengan ketetapan yang telah diberikan. Umat Israel berkumpul, menyaksikan dengan hati yang berdebar-debar, menantikan tanda dari Allah bahwa doa dan persembahan mereka diterima.
Ayat 24 menyajikan klimaks dari seluruh peristiwa ini. Ketika Harun selesai menempatkan persembahannya di atas mezbah, "lalu keluarlah api dari hadapan TUHAN dan membakar habis korban bakaran dan segala lemak binatang itu di atas mezbah." Fenomena ilahi ini bukan sekadar pertunjukan visual; ia adalah manifestasi kehadiran dan persetujuan Allah. Api yang turun dari surga secara langsung memakan korban menunjukkan bahwa persembahan itu telah diterima oleh Tuhan. Ini adalah konfirmasi tak terbantahkan bahwa Allah berkenan dengan pelayanan imamat yang baru dilantik dan persembahan yang dipersembahkan.
Reaksi umat sangatlah kuat. Melihat tanda yang begitu nyata dari kehadiran ilahi, mereka tidak tinggal diam. "Dan melihat hal itu seluruh umat itu, bersorak-sorailah mereka dan jatuh tersungkur." Sorak-sorai mereka mencerminkan kegembiraan dan rasa syukur atas penerimaan mereka oleh Allah. Jatuh tersungkur merupakan tanda kerendahan hati, penyembahan, dan pengakuan akan kebesaran serta kekudusan Tuhan.
Momen Imamat 9:24 ini memiliki implikasi teologis yang mendalam. Ia menegaskan pentingnya kekudusan dalam ibadah. Hanya melalui cara yang Tuhan perintahkan, persembahan dapat diterima. Api dari surga melambangkan penilaian ilahi atas korban, memastikan bahwa hanya yang sesuai dengan standar kekudusan-Nya yang dapat mendekat kepada-Nya. Bagi umat, ini adalah pelajaran berharga tentang ketaatan dan pentingnya beribadah sesuai dengan firman Allah.
Lebih jauh lagi, ayat ini menjadi bayangan dari pengorbanan Kristus di kayu salib. Seperti api yang membakar korban di mezbah, pengorbanan Kristus menjadi korban yang sempurna dan memuaskan bagi dosa-dosa seluruh umat manusia. Melalui Kristus, kita pun dapat mendekat kepada Allah dengan hati yang bersorak dan tersungkur dalam penyembahan, mengetahui bahwa pengorbanan-Nya telah diterima dan kita diperdamaikan dengan Bapa.
Kisah Imamat 9:24 mengingatkan kita bahwa ibadah yang sejati bukanlah sekadar ritual kosong, melainkan sebuah respons hati yang tulus kepada Allah yang kudus, yang telah menyatakan diri-Nya dan menerima kita melalui anugerah-Nya. Api dari surga pada zaman Harun, dan kini, anugerah Allah dalam Kristus, terus memanggil kita untuk hidup dalam kekudusan dan menyembah Dia dengan segala hati.