Kejadian 23:19 - Pemakaman Sara yang Mulia

"Sesudah itu Abraham menguburkan Sara, isterinya, di gua padang Maala, di sebelah timur Mamre, di tanah Kanaan."

Kisah penguburan Sara dalam Kitab Kejadian pasal 23 merupakan peristiwa penting yang menandai akhir kehidupan matriark Israel dan merupakan salah satu narasi paling rinci mengenai kepemilikan tanah di dalam Perjanjian Lama. Ayat 19, "Sesudah itu Abraham menguburkan Sara, isterinya, di gua padang Maala, di sebelah timur Mamre, di tanah Kanaan," bukan sekadar catatan faktual, melainkan sebuah titik puncak dari negosiasi panjang dan penghormatan yang mendalam.

Peristiwa ini bermula dari kematian Sara, istri tercinta Abraham, yang wafat di Kiriath-Arba, yang kemudian dikenal sebagai Hebron, di tanah Kanaan. Bagi Abraham, sebagai seorang asing di tanah itu, menemukan tempat pemakaman yang layak untuk mendampingi mendiang istrinya adalah sebuah prioritas utama. Hal ini memicu sebuah adegan yang dramatis di mana Abraham, dengan penuh hormat dan kesungguhan, bernegosiasi dengan suku Het yang mendiami daerah tersebut.

Inti dari negosiasi ini bukanlah sekadar meminta izin untuk menguburkan Sara, tetapi lebih kepada keinginan untuk memiliki sebuah situs pemakaman permanen. Abraham tidak ingin sekadar "meminjam" tempat. Ia menginginkan kepemilikan yang sah, sebuah hak tanah yang akan menjadi bukti kehadiran dan warisannya di tanah perjanjian. Permintaan ini awalnya disambut baik oleh orang-orang Het, yang menawarkan kepada Abraham untuk memilih di antara makam-makam mereka. Namun, Abraham memiliki pandangan yang lebih jauh.

Ia secara spesifik menunjuk gua di Makhpelah, yang terletak di padang Maala, di sebelah timur Mamre. Permintaan ini didukung oleh Efron bin Zohar, seorang kepala suku Het yang hadir. Efron awalnya menawarkan gua tersebut sebagai hadiah, sebuah gesture kehormatan yang tinggi. Namun, Abraham, yang selalu bertindak dengan integritas dan tidak ingin berutang budi atau terlihat mengambil keuntungan dari kebaikan, bersikeras untuk membayar dengan harga yang pantas. Ini menunjukkan prinsip Abraham mengenai pentingnya keadilan dan nilai yang adil dalam setiap transaksi.

Akhirnya, Abraham membayar empat ratus syikal perak sebagai harga untuk gua Makhpelah dan pohon-pohon di sekitarnya kepada Efron. Transaksi ini dicatat dengan sangat detail, termasuk saksi-saksi yang hadir, untuk memastikan keabsahan dan kepemilikan Abraham atas tanah tersebut. Ayat 19 kemudian menjadi penutup dari rangkaian peristiwa ini, mengonfirmasi bahwa Sara telah dikuburkan di tempat yang telah dibeli dengan harga penuh oleh Abraham.

Pemakaman Sara di gua Makhpelah memiliki makna teologis yang mendalam. Ini adalah pembelian tanah pertama oleh Abraham di Kanaan, dan menjadi simbol kepemilikan masa depan seluruh tanah tersebut bagi keturunannya, sesuai dengan janji Allah. Gua Makhpelah kemudian menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi para leluhur Israel lainnya, termasuk Ishak, Ribka, Yakub, dan Lea. Kisah ini menegaskan komitmen Allah terhadap janji-Nya mengenai tanah kepada keturunan Abraham, bahkan dalam momen kesedihan dan kehilangan.

Ilustrasi Gua Makhpelah Gua Makhpelah Tanah Kanaan

Simbolis penggambaran gua pemakaman Makhpelah.

Lebih dari sekadar transaksi properti, pembelian gua Makhpelah adalah tindakan iman Abraham. Ia percaya pada janji Allah bahwa tanah Kanaan akan menjadi miliknya dan keturunannya. Penguburan Sara di sana adalah langkah konkret yang mencerminkan keyakinannya pada masa depan yang dijanjikan Allah. Ini mengajarkan kita bahwa bahkan dalam kesedihan dan kehilangan, iman kepada janji-janji ilahi dapat menuntun kita untuk mengambil langkah-langkah yang penuh harapan dan makna bagi masa depan.

Kisah ini juga menyoroti bagaimana penghormatan terhadap orang tua dan anggota keluarga yang telah meninggal adalah nilai yang penting. Abraham memastikan bahwa Sara menerima pemakaman yang terhormat dan layak, yang mencerminkan posisinya sebagai istri yang dikasihi dan seorang tokoh penting dalam keluarga. Keinginan untuk memiliki tempat peristirahatan terakhir yang permanen menunjukkan rasa memiliki dan kesinambungan keluarga yang kuat. Kejadian 23:19 menjadi saksi bisu dari peristiwa penting yang menggabungkan iman, kepemilikan, dan penghormatan keluarga.