"Dan ketika uang orang Mesir habis, lalu Yusuf membeli semua tanah Mesir bagi Firaun, karena setiap orang Mesir menjual ladangnya, sebab kelaparan itu sangat menekan mereka. Demikianlah tanah itu menjadi milik Firaun."
Kisah Yusuf di Mesir adalah salah satu narasi paling menarik dalam Alkitab, penuh dengan drama, pengkhianatan, dan akhirnya, keadilan serta pemeliharaan ilahi. Ayat Kejadian 47:14 menjadi saksi bisu dari puncak krisis yang dialami oleh bangsa Mesir, dan sekaligus, penegasan atas kebijaksanaan serta kebaikan Tuhan yang bekerja melalui hamba-Nya, Yusuf.
Pada masa itu, Mesir, seperti banyak wilayah lain di sekitarnya, dilanda kelaparan hebat yang diperparah oleh tujuh tahun masa paceklik yang diramalkan oleh Yusuf. Kekeringan yang berkepanjangan membuat tanah menjadi tandus, panen gagal, dan persediaan makanan menipis drastis. Dalam kondisi yang mengerikan ini, rakyat Mesir terpaksa mencari solusi untuk bertahan hidup. Sumber daya mereka, termasuk kekayaan yang mereka miliki, mulai terkuras habis demi mendapatkan makanan.
Ayat ini mencatat sebuah transisi dramatis: "Dan ketika uang orang Mesir habis, lalu Yusuf membeli semua tanah Mesir bagi Firaun..." Ini bukanlah sebuah transaksi biasa. Dalam keputusasaan, orang-orang Mesir menjual apa yang paling berharga bagi mereka: tanah warisan leluhur mereka. Mereka rela melepaskan kepemilikan pribadi demi kelangsungan hidup sesaat. Yusuf, yang telah diangkat menjadi penguasa kedua di Mesir, dengan cerdas memanfaatkan situasi ini untuk mengkonsolidasikan kekuasaan Firaun. Namun, di balik strategi ekonomi ini, tersembunyi campur tangan ilahi yang memastikan bahwa bangsa itu tidak punah.
Peristiwa ini menunjukkan dua aspek penting. Pertama, betapa mengerikannya dampak kelaparan yang melanda. Kelaparan tidak hanya mengancam fisik, tetapi juga merusak struktur sosial dan ekonomi sebuah bangsa. Ia memaksa orang untuk membuat pilihan-pilihan yang menyakitkan, bahkan mengorbankan aset paling fundamental mereka. Kedua, kita melihat peran Yusuf sebagai alat Tuhan. Meskipun tindakannya terlihat sebagai manuver politik dan ekonomi, motivasi utamanya adalah menyelamatkan bangsanya dari kelaparan yang mematikan, serta memastikan keberlangsungan umat pilihan Allah, yaitu keluarga Yakub, yang juga datang ke Mesir untuk mencari makan.
Kejadian 47:14 juga mengajarkan kita tentang kedaulatan dan pemeliharaan Tuhan. Di tengah kekacauan dan penderitaan, Tuhan bekerja untuk mencapai tujuan-Nya. Yusuf, dengan karunia nubuatnya, diposisikan dengan tepat untuk menghadapi krisis ini. Tindakannya dalam membeli tanah bagi Firaun, meskipun terlihat memberatkan rakyat Mesir, pada akhirnya menciptakan sistem di mana tanah akan kembali dikelola, dan bangsa itu dapat pulih setelah masa kelaparan berakhir. Bahkan, mereka bahkan mendapatkan perlindungan dan mata pencaharian di bawah pemerintahan Firaun, yang dijaga oleh Yusuf.
Sebagai penutup, ayat ini mengingatkan kita bahwa bahkan dalam situasi yang paling sulit dan menakutkan sekalipun, Tuhan tidak pernah meninggalkan umat-Nya. Ada rencana dan pemeliharaan-Nya yang bekerja, seringkali melalui cara-cara yang tidak kita duga. Kisah Yusuf dan krisis kelaparan di Mesir adalah bukti abadi dari kebaikan, kebijaksanaan, dan janji Tuhan yang setia.