"Juga para imam yang boleh mendekat kepada TUHAN harus menyucikan diri, supaya jangan TUHAN menghukum mati mereka."
Ayat Keluaran 19:22, meskipun terdengar sederhana, menyimpan makna mendalam terkait kesucian, ketaatan, dan konsekuensi dari mendekat kepada yang ilahi. Dalam konteks kitab Keluaran, ayat ini muncul saat bangsa Israel berada di Gunung Sinai, mempersiapkan diri untuk menerima hukum Taurat dari Tuhan. Peristiwa ini adalah momen krusial dalam sejarah perjanjian antara Tuhan dan umat-Nya. Tuhan memberikan instruksi yang sangat spesifik mengenai siapa yang diizinkan mendekat kepada-Nya dan bagaimana mereka harus mempersiapkan diri.
Penekanan pada "menyucikan diri" bagi para imam bukanlah sekadar ritual kebersihan fisik. Lebih dari itu, penyucian diri mencakup aspek spiritual dan moral. Ini berarti menjauhkan diri dari segala sesuatu yang dapat dianggap najis atau tidak berkenan di hadapan Tuhan. Dalam tradisi Yahudi, penyucian diri seringkali melibatkan mandi, mengenakan pakaian khusus, dan menahan diri dari hubungan intim. Tujuan utamanya adalah untuk berada dalam keadaan yang layak dan suci saat berhadapan dengan kehadiran Tuhan yang begitu kudus.
Ancaman "supaya jangan TUHAN menghukum mati mereka" bukanlah tanda kezaliman Tuhan, melainkan sebuah pengingat akan keseriusan dan kekudusan hadirat-Nya. Tuhan sangat serius mengenai kekudusan-Nya. Ketidaktaatan atau kelalaian dalam menjaga kekudusan saat berhadapan dengan Tuhan bisa berakibat fatal. Ini mengajarkan kepada umat-Nya, melalui para imam sebagai perantara, bahwa mendekat kepada Tuhan bukanlah sesuatu yang boleh dianggap remeh atau dilakukan dengan sembarangan. Ada aturan, ada batasan, dan ada harga yang harus dibayar jika aturan tersebut dilanggar.
Pesan dari ayat ini tetap relevan hingga kini. Bagi orang percaya, mendekat kepada Tuhan melalui doa, ibadah, dan penyembahan juga menuntut sikap hati yang benar. Kita dipanggil untuk hidup dalam kekudusan, menjauhkan diri dari dosa, dan mempersembahkan diri kita sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Tuhan. Kisah di Gunung Sinai mengingatkan kita bahwa hubungan dengan Tuhan adalah hubungan yang sakral, yang membutuhkan kerendahan hati, penghormatan, dan kesiapan untuk berserah sepenuhnya kepada kehendak-Nya.
Lebih jauh lagi, ayat ini menyoroti peran penting para pemimpin rohani dalam memelihara kesucian dan membimbing umat. Para imam memiliki tanggung jawab ganda: mereka sendiri harus menjaga kekudusan diri mereka, dan mereka juga harus memastikan bahwa umat mematuhi aturan-aturan yang ditetapkan oleh Tuhan agar dapat berelasi dengan-Nya tanpa celaka. Ini adalah gambaran tentang bagaimana struktur kepemimpinan rohani berfungsi dalam menjaga integritas hubungan umat dengan Tuhan. Keluaran 19:22 adalah pengingat abadi tentang betapa besar dan kudus Tuhan itu, dan bagaimana kita harus mendekat kepada-Nya dengan sikap yang penuh hormat dan ketaatan.