"Sebab sebelum masa ini, Teudas tampil dengan mengaku dirinya seorang tokoh, lalu sejumlah orang, kira-kira empat ratus, telah bergabung dengannya. Tetapi ia telah dihukum mati dan semua orang yang mengikuti dia telah dihambur-hamburkan dan dilenyapkan." (Kisah Para Rasul 5:37)
Ayat dari Kisah Para Rasul 5:37 ini mengingatkan kita pada sebuah peristiwa sejarah yang terjadi sebelum masa kerasulan para murid Yesus dan sebelum Konsili para tua-tua Yahudi. Dalam persidangan yang dipimpin oleh Imam Besar, Gamaliel, seorang rabi yang dihormati, menyampaikan argumennya untuk meyakinkan para anggota Mahkamah Agama agar tidak gegabah menghukum para rasul. Salah satu argumennya adalah dengan mengungkit kembali pemberontakan yang dilakukan oleh seorang bernama Teudas.
Teudas, menurut kesaksian Gamaliel, memproklamirkan dirinya sebagai seorang "tokoh" atau pemimpin yang istimewa. Ia berhasil mengumpulkan pengikut yang cukup signifikan, diperkirakan berjumlah sekitar empat ratus orang. Bayangkan, di tengah situasi politik dan sosial yang penuh ketegangan di Yudea pada masa itu, muncul seorang individu yang mampu menarik begitu banyak orang untuk mengikutinya. Hal ini menunjukkan adanya kerinduan masyarakat akan harapan, kepemimpinan yang kuat, atau mungkin ketidakpuasan terhadap kondisi yang ada.
Namun, apa yang terjadi pada Teudas dan para pengikutnya menjadi sebuah peringatan penting. Gamaliel menekankan bahwa pemberontakan Teudas berakhir tragis. Ia dan seluruh pengikutnya tidak hanya gagal mencapai tujuan mereka, tetapi mereka dihukum mati dan kemudian tercerai-berai. Keberadaan mereka lenyap dari sejarah, seolah tidak pernah ada. Hal ini menjadi bukti bahwa gerakan yang tidak didasarkan pada kebenaran ilahi atau yang memiliki motivasi yang salah pada akhirnya akan menemui kehancuran.
Kisah Teudas ini sengaja diangkat oleh Gamaliel untuk memberikan pelajaran kepada Mahkamah Agama. Ia berargumen bahwa jika gerakan para rasul Yesus juga berasal dari manusia, maka gerakan itu akan hancur dengan sendirinya, seperti yang terjadi pada Teudas dan pengikutnya. Namun, jika gerakan itu berasal dari Allah, maka tidak ada kekuatan manusia yang dapat menghentikannya. Argumen ini secara cerdik membingkai para rasul dalam konteks sejarah pemberontakan yang sudah dikenal, sambil membuka kemungkinan bahwa gerakan mereka memiliki dasar yang berbeda dan lebih kuat. Ini adalah pengingat bahwa dalam sejarah, banyak individu yang bangkit dengan janji dan karisma, namun hanya sedikit yang mampu bertahan dan memberikan dampak yang abadi, terutama jika fondasi mereka tidak kokoh pada kebenaran yang lebih tinggi.